Resume Jurnal Kebutuhan Istirahat dan Tidur
RESUME
JURNAL
PENERAPAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DIARE DALAM GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI
dan FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ELIMINASI FEKAL PADA PASIEN YANG
DIRAWAT DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU)
Dosen
pembimbing : Bu Gardha Rias Arsy, S.Kep.,M.Kep

Disusun
oleh :
Elen
Sunita Sari (2018012046)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS
TAHUN AJARAN 2019/2020
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN TIDUR PASIEN POST OPERASI DI RSD HM RYACUDU KOTABUMI
Heni
Apriyani*
Istirahat dan tidur
merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua orang, dan dapat mengalami
perubahan. Perubahan ini tergantung pada status fisiologis, psikologis, dan
lingkungan fisik klien. Kualitas dan kuantitas tidur seseorang dipengaruhi oleh
penyakit, lingkungan, gaya hidup, kecemasan, alcohol, obat-obatan., dan diet.
Tindakan operasi adalah salah satu indikasi yang membuat seseorang harus
mengalami hospitalisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara-faktor-faktor yang berpengaruh terhadap gangguan pemenuhan kebutuhan
tidur pasien post operasi yang dirawat di Ruang Bedah di RSD HM Ryacudu
Kotabumi Lampung Utara tahun 2011, selama bulan November – Desember. Desain
penelitian adalah korelasi dengan pendekatan cross sectional, yang melibatkan 40 responden melalui teknik accidental sampling.Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pada α = 0,05, ada hubungan yang signifikan antara penyakit dan gangguan
pemenuhan kebutuhan tidur pada pasien post operasi (nilai p=0,03), ada hubungan
yang signifikan antara lingkungan dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien
pot operasi (nilai p = 0.03), tidak ada hubungan yang signifikan antara
kecemasan dengan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien pot operasi (nilai p
= 1,00), tidak ada hubungan yang signifikan antara diet dan gangguan pemenuhan
kebutuhan tidur pasien post operasi (nilai p = 0,4), tidak ada hubungan yang
signifikan antara obat dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien pot
operasi (nilai p = 1,00), dan ada hubungan yang signifikan antara gaya hidup
dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien pot operasi (nilai p = 0,006).
Saran bagi pihak RS adalah melaksanakan intervensi keperawatan untuk mengatasi
nyeri post operasi, memodifikasi lingkungan dan mencegah kelelahan pada pasien.
Sedangkan rekomendasi bagi peneliti selanjutnya adalah memperbesar jumlah sampel
dengan teknik probability sampling.
Kata kunci : kebutuhan tidur, post operasi
LATAR BELAKANG
Sepertiga waktu hidup manusia dihabiskan untuk tidur.
Sehingga dapat dikatakan bahwa waktu istirahat bagi seseorang mengambil porsi
yang sangat besar. Pentingnya tidur, dan mekanisme
tidur sendiri masih merupakan misteri.
Sedangkan tidur dan istirahat sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan kondisi
sakit seseorang (Craven & Hirnle, 2000).
Tidur adalah kondisi tidak sadarkan diri yang relative, bukan hanya
keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan tetapi
lebih merupakan suatu siklus yang berulang dengan cirri adanya aktivitas minimal, memiliki kesadaran bervariasi dan
terdapat proses fisiologis (Hidayat, 2006). Tidur
dibutuhkan untuk fungsi fisiologis karena kebanyakan hormone pertumbuhan
disekresi selama tidur (Reinstein, 2005).
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang
dibutuhkan oleh semua orang. Untuk dapat berfungsi secara normal, maka setiap
orang memerlukan kebutuhan istirahat tidur yang cukup. Pada kondisi istirahat
dan tidur, tubuh melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh
hingga berada dalam kondisi yang optimal.
Pola istirahat dan tidur yang biasa dari seseorang yang
masuk RS atau fasilitas pelayanan kesehatan lain, dengan mudah dipengaruhi oleh penyakit atau
rutinitas pelayanan kesehatan yang tidak dikenal. Perubahan ini tergantung pada
status fisiologis, psikologis, dan lingkungan fisik klien (Potter & Perry,
1997).Gangguan pola tidur dapat ditunjukkan dengan kondisi yang memperlihatkan
perasaan lelah, mudah terangsang,
gelisah, lesu, apatis, kehitaman di sekitar mata, konjungtiva
merah,
mata perih, konsentrasi terpecah, sakit kepala dan sering mengantuk (Hidayat,
2006). Menurut Potter & Perry (1997), Kualitas dan kuantitas tidur seseorang dipengaruhi oleh penyakit,
lingkungan, gaya hidup, kecemasan, alcohol, obat-obatan., dan diet.
Tindakan operasi adalah salah satu indikasi yang membuat seseorang harus mengalami
hospitalisasi. Data RSD HM Ryacudu menunjukkan, pada tahun 2009 terdapat 540
pasien mengalami operasi, atau rata-rata tiap bulannya sekitar 48 pasien. Pada
tahun 2010 ada sebanyak 756 operasi (besar, sedang dan kecil). Sedangkan pada
tahun 2011, selama Januari sampai Oktober terdapat 634 operasi. Hasil presurvey
pada bulan Mei 2011 di Ruang Bedah RSU Ryacudu Kotabumi menunjukkan bahwa 7 dari 10 orang pasien post operasi
mengeluhkan adanya gangguan tidur. Melihat kondisi ini Perawat harus selalu
menyadari kebutuhan klien untuk istirahat.
Kurang istirahat selama periode yang lama menyebabkan penyakit atau memperburuk penyakit yang ada.
Perawat dapat membantu klien belajar mengenai pentingnya istirahat dan
cara-cara untuk meningkatkan istirahat saat berada di pelayanan kesehatan (Potter & Perry, 1997).
Merujuk pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Lee, Low & Twinn (2008), menunjukkan bahwa pasien lansia yang dirawat di RS
menunjukkan gangguan tidur berupa keluhan sering terbangun saat tidur.
Penelitian yang dilakukan oleh Munardi (2002), dan Raharjo (2008), menunjukkan
hasil bahwa terdapat hubungan antara factor-faktor yang mempengaruhi tidur
dengan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur lansia, dan sakit fisik merupakan penyebab lansia mengalami gangguan
tidur.
Berdasarkan fakta-fakta diatas, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang factor-faktor yang berhubungan dengan
gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pada pasien post operasi di RSD HM
Ryacudu
Kotabumi Lampung Utara tahun 2011.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara-faktor-faktor yang berpengaruh terhadap gangguan pemenuhan kebutuhan
tidur pasien post operasi di RSD HM Ryacudu Kotabumi Lampung Utara tahun 2011.
METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian ini adalah
adalah kuantitatif dengan desain korelasi, yaitu metode penelitian yang
dilakukan dengan tujuan mengungkapkan
kemungkinan adanya hubungan sebab akibat antar variabel (Nursalam &
Pariani, 2001). Pendekatan yang digunakan adalah cross-sectional , yaitu pada penelitian ini, peneliti ingin
mengidentifikasi factor-faktor yang berhubungan dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan tidur pada pasien operasi
di RSD HM Ryacudu Kotabumi tahun 2011.
Penelitian dilakukan di Ruang Bedah RSD HM Ryacudu
Kotabumi Lampung Utara. Waktu penelitian dilaksanakan selama 1 bulan (November 2011).
Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien post
operasi yang dirawat di Ruang Bedah RSD HM Ryacudu Kotabumi. Pada penelitian
ini melibatkan 40 orang responden.
Dalam penelitian ini teknik
pengambilan sampel yang digunakan
adalah accidental sampling yaitu
pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yang tidak dirancang
pertemuannya terlebih dahulu (Arikunto, 2006). Sampel yang dilibatkan pada
penelitian ini adalah pasien post operasi yang memenuhi kriteria sebagai
berikut: 1) Kesadaran compos-mentis, 2) Usia antara 18 – 60 tahun, 3) Operasi menggunakan anestesi umum atau spinal, 4) Bersedia menjadi responden.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner
yang sudah dilakukan pengujian terhadap validitas dan reliabilitas. Kuesioner A
yang berisi pertanyaan tentang
gangguan
pemenuhan kebutuhan tidur, kondisi penyakit, kenyamanan lingkungan, dan gaya
hidup (kelelahan). Kuesioner B berisi pertanyaan tentang kecemasan sesuai skala
HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale),
yang terdiri dari 14 kelompok gejala. Untuk pertanyaan tentang
penggunaan obat dan diet, digunakan lembar observasi yang didasarkan pada studi dokumentasi.
Analisis univariat digunakan untuk mengetahui distribusi
frekuensi masing- masing faktor penyebab gangguan pemenuhan kebutuhan tidur.
Sedangkan analisa bivariat digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara
variabel dependen dan variabel independen. Uji Fisher exact digunakan karena variabel yang akan diuji bersifat
kategorik dan kategorik dengan tingkat kepercayaan 95%.
HASIL
PENELITIAN
Analisis Univariat
Berdasarkan hasil analisis univariat maka diperoleh hasil: ada nyeri dan gangguan napas (87,5%) dan tidak ada (12,5%), lingkungan nyaman (45%) dan tidak nyaman (55%), kecemasan ringan
(92,5%) dan berat (7,5%), diet puasa (60%) dan tidak puasa (40%), mendapat obat
sedatif (7,5%) dan tidak mendapat obat sedatif
(7,5%), kelelahan (75%)
dan tidak
kelelahan (25%),
insomnia (82,5%) dan
tidak insomnia (17,5%).
Analisis
Bivariat
Hubungan antara penyakit dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan tidur
Tabel 1: Distribusi Responden menurut Penyakit dan
Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Tidur pada Pasien Post Operasi
Penyakit
|
Gangguan pemenuhan keb. tidur
|
Total
|
||||
Tidak
Insomnia
|
Insomnia
|
N
|
%
|
|||
N
|
%
|
N
|
%
|
|||
Tidak ada
|
3
|
60
|
2
|
40
|
5
|
100
|
Ada
|
4
|
11,4
|
31
|
88,6
|
35
|
100
|
Total
|
7
|
17,5
|
33
|
82,5
|
40
|
100
|
OR (95% CI)
|
11,6 (1,4 – 92,7)
|
|||||
Nilai p
|
0,03
|
Hasil
analisis hubungan antara penyakit dan
gangguan pemenuhan kebutuhan tidur, menunjukkan nilai p = 0.03, maka dapat
disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara penyakit dan gangguan pemenuhan
kebutuhan tidur pasien pot operasi. Diperoleh nilai OR =
11,6, yang berarti responden yang mengalami
nyeri mempunyai peluang 11,6 kali untuk mengalami insomnia dibanding responden
yang tidak mengalami nyeri.
Hubungan antara lingkungan dan gangguan
pemenuhan kebutuhan tidur
Tabel 2: Distribusi Responden menurut Lingkungan dan
Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Tidur pada Pasien Post Operasi
Lingkungan
|
Gangguan pemenuhan
keb. tidur
|
Total
|
||||
Tidak
Insomnia
|
Insomnia
|
|||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
|
Nyaman
|
6
|
33,3
|
12
|
66,7
|
18
|
100
|
Tidak nyaman
|
1
|
4,5
|
21
|
95,5
|
22
|
100
|
Jumlah
|
7
|
17,5
|
33
|
82,5
|
40
|
100
|
OR (95%CI)
|
10,5 (1,12 – 97)
|
|||||
Nilai p
|
0,03
|
Hasil analisis hubungan antara
lingkungan dan gangguan pemenuhan kebutuhan
tidur, menunjukkan nilai p = 0.03, maka dapat disimpulkan ada hubungan yang
signifikan antara lingkungan dan gangguan pemenuhan
kebutuhan tidur pasien pot operasi. Diperoleh nilai OR = 10,5, yang
berarti responden yang merasa tidak nyaman dengan
lingkungan ruang perawatan mempunyai peluang 10,5 kali untuk mengalami insomnia dibanding
responden yang
merasa nyaman dengan lingkungan ruang perawatan.
Hubungan antara kecemasan dan gangguan
pemenuhan kebutuhan tidur
Tabel 3: Hubungan Kecemasan dengan Gangguan Pemenuhan
Kebutuhan Tidur pada Pasien Post Operasi
Kecemasan
|
Gangguan pemenuhan
keb. tidur
|
Total
|
||||
Tidak
Insomnia
|
Insomnia
|
|||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
|
Ringan
|
7
|
18,9
|
30
|
81,1
|
37
|
100
|
Sedang
|
0
|
0
|
3
|
100
|
3
|
100
|
Jumlah
|
7
|
17,5
|
33
|
82,5
|
40
|
100
|
OR (95%CI)
|
-
|
|||||
Nilai p
|
1,00
|
Hasil analisis hubungan antara kecemasan dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur, diperoleh nilai
p = 1,00, maka dapat disimpulkan
tidak ada hubungan yang
signifikan antara kecemasan dengan
gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien pot
operasi.
Hubungan antara diet dan gangguan
pemenuhan kebutuhan tidur
Tabel 4: Distribusi Responden menurut Diet dan Gangguan
Pemenuhan Kebutuhan Tidur pada Pasien Post Operasi
Diet
|
Gangguan pemenuhan
keb. tidur
|
Total
|
||||
Tidak
Insomnia
|
Insomnia
|
n
|
%
|
|||
n
|
%
|
n
|
%
|
|||
Tidak puasa
|
3
|
25
|
12
|
75
|
16
|
100
|
Puasa
|
4
|
12,5
|
21
|
87,5
|
24
|
100
|
Total
|
7
|
17,5
|
33
|
82,5
|
40
|
100
|
OR (95%CI)
|
2,3 (0,4 – 12)
|
|||||
Nilai p
|
0,40
|
Hasil analisis hubungan
antara diet dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur, menunjukkan nilai p
= 0.4, maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara diet dan gangguan pemenuhan kebutuhan
tidur pasien pot operasi. Diperoleh
nilai OR = 2,3, yang
berarti
responden yang puasa mempunyai peluang
2,3 kali untuk mengalami insomnia
dibanding responden yang tidak puasa.
Hubungan
antara obat dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur
Tabel 5: Distribusi Responden menurut Obat dan Gangguan
Pemenuhan Kebutuhan Tidur pada Pasien Post Operasi
Obat
|
Gangguan pemenuhan
kebutuhan tidur
|
Total
|
||||
Tidak
Insomnia
|
Insomnia
|
n
|
%
|
|||
n
|
%
|
n
|
%
|
|||
Tidak menda-
pat sedatif
|
7
|
18,9
|
30
|
81,1
|
37
|
100
|
Mendapat
sedatif
|
0
|
0
|
3
|
100
|
3
|
100
|
Jumlah
|
7
|
17,5
|
33
|
82,5
|
40
|
100
|
OR (95% CI)
|
|
|||||
Nilai p
|
1,00
|
Hasil analisis hubungan antara obat dan gangguan
pemenuhan kebutuhan tidur, diperoleh nilai p = 1,00, maka dapat disimpulkan
tidak ada hubungan yang signifikan antara obat dan gangguan pemenuhan kebutuhan
tidur pasien pot operasi.
Hubungan antara
gaya hidup dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur
Tabel 6: Distribusi Responden menurut Gaya hidup dan
Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Tidur pada Pasien Post Operasi
Gaya hidup
|
Gangguan pemenuhan
keb. tidur
|
Total
|
||||
Tidak
Insomnia
|
Insomnia
|
|||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
|
Tidak mengalami
kelelahan
|
5
|
50
|
5
|
50
|
10
|
100
|
Kelelahan
|
2
|
6,7
|
28
|
93,3
|
30
|
100
|
Jumlah
|
7
|
17,5
|
33
|
82,5
|
40
|
100
|
OR (95% CI)
|
14 (2,1– 93,2)
|
|||||
Nilai p
|
0,006
|
PEMBAHASAN
Hubungan
antara penyakit dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur
Berdasarkan analisis bivariat diperoleh hasil bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara penyakit dan gangguan pemenuhan
kebutuhan tidur pada pasien post
operasi (nilai p-0,03, pada α = 0,05). Variabel penyakit dinilai dari ada
tidaknya keluhan nyeri atau gangguan pernapasan yang dialami pasien.
Hal ini sesuai pendapat Kozier (1991), yang menyebutkan
bahwa orang sakit membutuhkan lebih banyak tidur daripada orang yang sehat.
Rasa nyeri dapat mempengaruhi
keinginan seseorang untuk tidur. Kondisi respirasi juga mempengaruhi tidur
seseorang. Napas yang pendek membuat seseorang sulit tidur. Hasil ini juga
sesuai dengan pendapat Craven & Hirnle (2000), yang mengatakan bahwa nyeri dan ketidaknyamanan yang
terjadi pada malam hari akan mengganggu tidur pasien. Perubahan hormonal juga
mempengaruhi pola tidur, seperti yang dialami pasien hyperthyroid.
Hasil ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh
Puji Raharjo (2008), tentang factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
insomnia pada lanjut usia di Kabupaten Demak, yang menunjukkan bahwa sakit
fisik lebih mempengaruhi terjadinya insomnia.
Hubungan antara lingkungan dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur
Berdasarkan analisa bivariat ditemukan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara lingkungan dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien post operasi (p = 0,03). Hal
ini sesuai dengan yang dikatakan Kozier (1991), bahwa lingkungan yang bising sangat mengganggu tidur. Tidak
adanya rangsang dari luar akan membuat seseorang
tidur dengan nyenyak. Juga mendukung apa yang dikatakan Craven & Hirnle (2000), bahwa lingkungan baru
akan
mempengaruhi
kebutuhan tidur seseorang. Berkurangnya stimulus lingkungan seperti suara dan
kebisingan akan memudahkan seseorang untuk tidur.
Hubungan antara
kecemasan dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur
Berdasarkan analisa bivariat ditemukan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara kecemasan dengan gangguan pemenuhan kebutuhan
tidur pasien post operasi (nilai p =
1,00, pada α = 0,05). Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Kozier (1991), yang
menyebutkan bahwa kecemasan dan depresi akan membuat tidur seseorang terganggu.
Kecemasan akan meningkatkan kadar norepineprin melalui perangsangan sistem saraf simpatis. Perubahan kimia ini
akan mengakibatkan fase IV NREM dan tidur REM berkurang, dan lebih sering
terbangun. Hasil ini juga tidak sependapat dengan yang dikatakan oleh Craven
& Hirnle (2000), bahwa kecemasan dapat menunda seseorang untuk tidur.
Ketegangan karena stress psikologis akan membuat seseorang mengalami bangun
cepat karena insomnia.
Hubungan antara
diet dengan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur
Berdasarkan hasil analisis bivariat, dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara diet dengan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur (nilai p =
0,4, pada α = 0,05) . Hal ini bertentangan dengan yang dikatakan Kozier (1991),
bahwa penurunan berat badan berhubungan dengan berkurangnya waktu tidur,
sedangkan kenaikan berat badan akan meningkatkan waktu tidur. Termasuk dalam hal ini kondisi puasa yang masih dialami
pasien setelah operasi selesai dilakukan.
Hasil ini juga tidak sesuai dengan pendapat Craven &
Hirnle (2000), yang menyebutkan bahwa Rasa lapar dapat menyebabkan seseorang tidak dapat
tidur. Sebaliknya seseorang yang kebanyakan makan akan mengalami hal serupa.
Hubungan antara obat dengan
gangguan pemenuhan kebutuhan tidur
Berdasarkan analisis bivariat, dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara obat dan gangguan pemenuhan kebutuhan
tidur pasien post operasi (nilai p =
1,0, pada α = 0,05). Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Kozier (1991) dan
Potter & Perry (1997), bahwa obat-obatan khususnya golongan hipnotis dan
sedative akan mengganggu pola tidur. Obat-obat hipnotik dan barbiturate akan menurunkan tidur REM secara abnormal.
Juga tidak mendukung pendapat Craven & Hirnle
(2000), bahwa kebutuhan tidur dapat terganggu karena konsumsi obat-obatan yang
mempermudah tidur. Selain itu penggunaan alcohol juga dapat membuat seseorang tidur lebih cepat.
Hubungan antara gaya hidup dan gangguan
pemenuhan kebutuhan tidur
Berdasarkan analisa bivariat, diperoleh hasil bahwa ada
hubungan yang signifikan antara gaya hidup dan gangguan pemenuhan kebutuhan
tidur pasien post operasi (nilai p =
0,006, pada α = 0,05). Gaya hidup dinilai dengan melihat ada tidaknya kelelahan
yang dialami pasien setelah operasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Kozier
(1991) dan Potter & Perry (1997), bahwa seseorang yang lelah umumnya akan
mudah untuk tertidur. Namun pada orang yang terlalu kelelahan, pola tidur juga
dapat terganggu.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara penyakit, lingkungan dan gaya hidup,
dengan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pada pasien post operasi di RSD HM Ryacudu. Berkaitan dengan simpulan
hasil penelitian diatas, ada beberapa hal yang dapat disarankan untuk pengembangan dari hasil
penelitian
ini. Diantaranya adalah Perawat dapat lebih memperhatikan intervensi
keperawatan untuk mengatasi nyeri yang dialami pasien pot operasi baik farmakologis maupun nonfarmakologis.
Selain itu, perawat dan pihak RS dapat melakukan modifikasi lingkungan sehingga
pasien dapat merasa nyaman dirawat di RS dengan menjaga kerapihan dan
kebersihan ruang perawatan sehingga membantu pasien dapat beristirahat lebih tenang.
Perawat dapat melibatkan keluarga dalam merawat dan
memberi perhatian pada pasien post operasi, sehingga menghindari kelelahan yang
mungkin terjadi. Penunggu pasien sebaiknya orang terdekat yang dapat merawat
pasien dan memahami kebutuhan pasien
selama perawatan, maksimal 2 orang. Hal ini bertujuan mengurangi kebisingan yang dapat mengganggu pasien terganggu
kpemenuhan kebutuhan tidurnya jika penunggu pasien terlalu banyak.
![]() |
* Dosen pada Prodi
Keperawatan Kotabumi Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang
![]() |
DAFTAR PUSTAKA
Craven & Hirnle
(2000). Fundamentals of nursing.
Philadelpia : Lippincott.
Hidayat (2003). Pengantar Kebutuhan dasar manusia :
aplikasi konsep & proses keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Kozier,
erb. (1991). Fundamentals of nursing.
Philadelpia : Addison Wesley
Lee,
C.Y., Low, L.P.L., & Twinn, S.
(2007). Older men’s experiences of sleep
in the hospital. Journal of Clinical Nursing, 16(2), 336-343.
Munardi.
(2002). Faktor-faktor yang berhubungan
dengan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur lansia di RS dr. Zainoel Abidin Aceh.Potter, P.A. & Perry, A.G. (1997).
HUBUNGAN KUALITAS TIDUR
DENGAN PENINGKATAN TEKANAN DARAH PADA REMAJA DI SEKOLAH MENEGAH ATAS (SMA)
NEGERI 2 LHOKSEUMAWE
Ahmad Sabiq1, Julia Fitriany2, Mauliza3
1Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran, Universitas Malikussaleh
2,3Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran,
Universitas Malikussaleh
Abstrak
Masa
remaja merupakan masa transisi dari masa anak ke masa dewasa.Masa ini juga
terjadi perubahan dramatis dalam pola tidur-siaga yang mengakibatkan terjadinya
perubahan kematangan pada kualitas tidur mereka. Perubahan kualitas tidur pada
masa remaja mempengaruhi sistem kardiovaskular dan tekanan darah.Kualitas tidur
dapat diukur dengan kuesioner PSQI.Penelitian bertujuan untuk mengetahui
hubungan kualitas tidur terhadap peningkatan tekanan darah pada remaja di
sekolah menengah atas (SMA) Negeri 2 Lhokseumawe. Jenis penelitian ini adalah
observasi analitik dengan pendekatan cross
sectional.Penelitian ini dilaksanakan di bulan Agustus 2015 sampai dengan
April 2016.Jumlah sampel yang diambil sebanyak 88 siswa yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi.Analisis univariat digunakan untuk melihat gambaran
kualitas tidur dan tekanan darah berdasarkan usia dan jenis kelamin. Analisis
bivariat menggunakan pearson chi- square.Hasil
penelitian memperlihatkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
kualitas tidur terhadap peningkatan tekanan darah pada remaja di SMA Negeri 2
Lhoksesumawedengan p value sebesar p = 0,231.
Kata Kunci: masa remaja; kualitas tidur; tekanan
darah
RELATIONSHIP BETWEEN SLEEP QUALITY AND THE INCREASE OF
BLOOD PRESSURE ON ADOLESCENCE IN SMA NEGERI 2
LHOKSEUMAWE
Abstract
Adolescence
is a transition period from childhood into adulthood. In this period also occurred dramatic change of sleep-wake
pattern that can alter the maturation of their sleep quality. The alteration of
sleep quality in adolescence is able to give influence to cardiovascular system
and also the blood pressure. The sleep quality can be determined by using PSQI
questionnaire. This study aimed to discover the relationship between sleep
quality with the increase of blood pressure on adolescence in SMA Negeri 2
Lhokseumawe. This was an observational analytic study with cross sectional
approach. This study conducted from August 2015 up to April 2016. About 88
samples involved in this study which already fulfilled inclusion and exclusion
criteria. The univariate analysis use to describe the sleep quality and blood
pressure levels according to the age and sex. Bivariate analysis using pearson
chi-square. The result showed that there was no significant relationship
between sleep quality and the increase of blood pressure in SMA Negeri 2
Lhokseumawe with p = 0,231.
Key words: adolescence;sleep quality; blood pressure
PENDAHULUAN
Masa remaja sering kali dihubungkan
dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan ketidakwajaran.Hal
tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas
ketidaksesuaian, gangguan emosional dan gangguan perilaku sebagai akibat dari
tekanan yang dialami remaja karena perubahan-perubahan yang terjadi pada
dirinya maupun perubahan lingkungan.Sejalan dengan perubahan yang terjadi dalam
diri remaja, mereka juga dihadapkan pada tugas-tugas yang berbeda dari tugas
pada masa kanak-kanak1.
Masa remaja merupakan masa transisi
(peralihan) dari masa anak ke masa dewasa yang berlangsung lama dan berbeda
waktu kematangannya antara pria dan wanita. Usia kematangan pada pria terjadi
pada umur 20 sampai 22 tahun, sedangkan pada wanita 1 sampai 2 tahun lebih
dahulu sehingga menimbulkan masalah dalam hubungan sosial2. Remaja
sering dianggap sebagai periode yang paling sehat dalam siklus kehidupan, akan
tetapi untuk tercapainya tumbuh kembang remaja yang optimal tergantung pada
potensial biologinya. Tingkat tercapainya potensi biologi seseorang remaja
merupakan hasil interaksi faktor genetik dan lingkungan biopsikososial1.Masa
ini juga terjadi perubahan dramatis dalam pola tidur-siaga yang mengakibatkan
terjadinya perubahan kematangan pada pola tidur mereka. Perubahan kematangan
pola tidur pada masa remaja menunjukkan bahwa antara tahap kematangan seks (sex maturation rating system [SMRs]) 3
dan 4 pada remaja pertengahan (usia 14 sampai 16 tahun menurut perkembangan
biologis) terdapat peningkatan rasa kantuk pada siang hari dan penurunan
latensi atau kebiasaan tidur3,4. Waktu tidur yang dibutuhkan bagi
remaja usia 11 sampai 18 tahun sekitar delapan sampai sembilan setengah jam
pada malam setiap harinya5,4.
Penelitian eksperimental yang dilakukan
pada tahun 1896 dengan membiarkan subyek penelitian tidak tidur selama 90 jam
ditemukan penurunan ketajaman sensoris, reaksi, kecepatan motorik dan memori
pada subyek. Saat tidur dibatasi hanya 4 jam dalam 6 malam, terlihat jelas
perubahan toleransi karbohidrat, peningkatan tonus simpatis, peningkatan
sekresi kortisol, dan penurunan kadar tirotropin. Kurang tidur dapat juga
mempengaruhi sistem kardiovaskular dan tekanan darah (TD)6. Hasil
penelitian cross sectional Asmarita7,
didapatkan bahwa pada kualitas tidur yang buruk risiko terjadinya hipertensi
lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki kualitas tidur baik pada pasien
hipertensi di rumah sakit umum daerah Karanganyar.
Prevalensi hipertensi remaja di Amerika
Serikat meningkat dari 1% hingga 5% dari tahun 1989 sampai 2002. Menurut
laporan Riset kesehatan dasar tahun 2007, prevalensi hipertensi pada remaja di
indonesia sebesar 8,4% dan 14% pada remaja di provinsi Riau yang memiliki angka
tertinggi dengan prevalensi yang ada di Indonesia8.
Data prevalensi mengenai hipertensi
esensial secara klinis sangat sedikit didapat pada masa kanak-kanak dan remaja
dibanding pada dewasa, namun cukup banyak bukti yang menyatakan bahwa
hipertensi esensial pada orang dewasa dapat berawal pada masa kanak-kanak dan
remaja.Angka kejadian hipertensi pada anak dan remaja antara 1 sampai 3%.
Sinaiko menjelaskan dalam penelitiannya terhadap 14.686 orang anak berusia 10
sampai 15 tahun menemukan 4,2% anak mengalami hipertensi. Kurang dari lima
persen anak dengan proporsi lebih besar pada remaja, mengalami hipertensi pada
satu kali pengukuran tekanan darah. Angka kejadian hipertensi pada anak dan
remaja di Indonesia bervariasi dari 3,11% sampai 4,6% 9.
Prevalensi hipertensi pada usia 15
sampai 17 tahun menurut Joint national
committee ke tujuh (JNC VII), didapatkan prevalensi nasional sebesar 5,3%
(laki-laki 6,0% dan perempuan 4,7%). Prevalensi pada penduduk pedesaan (5,6%)
lebih tinggi dari perkotaan (5,1%)10. Profil kesehatan provinsi Aceh11,
dalam daftar 20 penyakit untuk rawat jalan, hipertensi berada
diperingkat kedua dengan
jumlah kasus sebanyak
20.467 kasus dan peringkat keempat dengan jumlah kasus
sebanyak 1.963 untuk rawat inap di rumah sakit umum provinsi Aceh dengan umur
>18 tahun. Data dari Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe12
didapatkan bahwa hipertensi menempati urutan pertama dari sepuluh penyakit
tidak menular terbanyak dengan kelompok usia >18 tahun.
Kualitas tidur adalah salah satu faktor
yang sangat penting dalam mempertahankan kesehatan selain gaya hidup. Efisiensi
tidur yang lelah diketahui dapat berisiko terhadap terjadinya hipertensi dan
optimalisasi jam tidur dapat membantu untuk mencegah terjadinya hipertensi.
Efek kumulatif kurang tidur yang berkepanjangan atau gangguan tidur juga
dikaitkan dengan peningkatan mortalitas dan peningkatan risiko untuk berbagai
penyakit kronis termasuk depresi, hipertensi, stroke, diabetes tipe 2, penyakit
jantung, dan obesitas13.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
observasi analitik dengan pendekatan potong lintang (cross sectional study). Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 2
Kota Lhokseumawe mulai dari bulan Agustus 2015 sampai dengan April 2016.
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 2 Kota Lhokseumawe pada
tahun 2015/2016 yaitu sebanyak 958 siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah
siswa-siswi SMA Negeri 2 Kota Lhokseumawe yang memenuhi kriteria inklusi dan
kriteria eksklusi.Kriteria inklusinya adalah Siswa yang terdata aktif
bersekolah pada tahun tersebut, umur 15 sampai 17 tahun, status gizi normal,
dan bersedia diwawancarai dan diukur tekanan darahnya. Sementara kriteria
eksklusi dalam penelitian ini adalah siswa yang memiliki riwayat penyakit
kardiovaskular, riwayat keluarga penderita penyakit kardiovaskular, merokok dan
mengkonsumsi alkohol. Sampel diambil dengan menggunakan teknik simple random sampling.Berdasarkan
perhitungan besar sampel dengan menggunakan rumus lameshow, maka besar sampel yang dibutuhkan seluruhnya adalah 64
anak dan diambil sebanyak 88 anak. Instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini terdiri dari, Alat pengukur tekanan darah (sphygmomanometer) merk Riester
Nova Presameter® dengan lebar ukuran manset 10 cm dan panjang 24 cm. Alat
auskultasi turbulensi darah yaitu stetoskop merk Littmann® Stethoscopes, kuesioner The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) yang mengklasifikasi
kualits tidur menjadi dua yaitu kualitas tidur baik dengan skor ≤5 dan kualitas tidur
buruk >5 melalui pengukuran tujuh komponen seperti respon subjektif
kualitas tidur, kemampuan mempertahankan tidur, durasi tidur, kebiasaan tidur,
hal-hal yang mengganggu tidur, penggunaan obat tidur, dan tidak bersemangat
menjalani aktivitas harian selama satu bulan terakhir. Data primer dalam
penelitian ini melalui kuesioner dan pengukuran tekanan darah secara
langsung.Peneliti meminta responden mengisi lembar persetujuan, kuesioner
kualitas tidur dan lembar data tekanan darah dan menjelaskan isi perpoin di
dalam kuesioner satu persatu. Peneliti melakukan pengukuran tekanan darah,
tinggi badan dan berat badan setelah responden selesai mengisi kuesioner
kualitas tidur.
HASIL
PENELITIAN
|
|
Tabel 1. Karakteristik responden
|
|
Karakteristik n
|
%
|
Usia
|
|
15 Tahun 31
|
35,2
|
16 Tahun 36
|
40,9
|
17 Tahun 21
|
23,9
|
Jenis
Kelamin
|
|
Perempuan 55
|
62,5
|
Laki-laki 33
|
37,5
|
Tekanan
darah
|
|
Normal 73
|
83,0
|
Pre-hipertensi 8
|
9,1
|
Hipertensi stadium 1 7
|
8,0
|
Kualitas
tidur
|
|
Baik 52
|
59,1
|
Buruk 36
|
40,9
|
Berdasarkan tabel di
atas,karakteristik responden berdasarkan
|
jenis kelamin, usia,
|
tekanan darah dan kualitas tidur berjumlah 88 orang.
Kelompok usia terbanyak pada usia 16 tahun dan paling sedikit pada kelompok
usia 17 tahun. Jenis kelamin terbanyak adalah perempuan.Responden terbanyak
memiliki tekanan darah normal dan paling sedikit memiliki hipertensi stadium
1.Responden lebih banyak memiliki kualitas tidur yang baik.
Tabel 2.Karakteristik kualitas tidur berdasarkan kelompok usia
responden
|
Usia (tahun)
Kualitas Tidur Total
Baik Buruk
Berdasarkan tabel di atas,responden paling banyak dengan
kualitas tidur baik berada pada kelompok usia 15 tahun dan kualitas tidur buruk
lebih banyak pada kelompok usia 17 tahun
Tabel 3.Karakteristik kualitas
tidur berdasarkan jenis kelamin responden
|
Total
Berdasarkan
tabel di atas,menunjukkan responden perempuan paling banyak memiliki kualitas
tidur baik dan kualitas tidur buruk lebih banyak didapatkan pada laki-laki.
Usia
Tabel 4.Karakteristik tekanan darah

(tahun)
|
Jumlah
|
%
|
Jumlah
|
%
|
Jumlah
|
%
|
Jumlah
|
%
|
15
|
26
|
83,9
|
3
|
9,7
|
2
|
6,5
|
31
|
100,0
|
16
|
32
|
88,9
|
3
|
8,3
|
1
|
3,8
|
36
|
100,0
|
17
|
15
|
71,4
|
2
|
9,5
|
4
|
19,0
|
21
|
100,0
|
Berdasarkan tabel di atas,persentase responden paling besar
dengan tekanan darah normal berada pada kelompok usia 16 tahun. Persentase
responden paling besar dengan tekanan darah pre-hipertensi berada pada kelompok
usia 15 tahun, dan hipertensi stadium 1 paling banyak pada kelompok usia 17
tahun.
![]() |
Tabel 5.Karakteristik tekanan darah berdasarkan jenis kelamin responden
Tekanan
darah

Jenis Kelamin
Normal Pre- Hipertensi
Hipertensi stadium 1
Total
|
Jumlah
|
%
|
Jumlah
|
%
|
Jumlah
|
%
|
Jumlah
|
%
|
Perempuan
|
47
|
85,5
|
5
|
9,1
|
3
|
5,5
|
55
|
100,0
|
Laki-laki
|
26
|
78,8
|
3
|
9,1
|
4
|
12,1
|
33
|
100,0
|
Berdasarkan
tabel di atas,responden paling banyak dengan tekanan darah normal adalah
perempuan dan hipertensi stadium 1 paling banyak adalah laki-laki.
Tabel 7.Hubungan kualitas tidur terhadap peningkatan
tekanan darah pada remaja

Tekanan
darah

Kualitas tidur
Normal Pre- hipertensi
Hipertensi stadium 1
Total p
value
|
Jumlah
|
%
|
Jumlah
|
%
|
Jumlah
|
%
|
Jumlah
|
%
|
|
Baik
|
45
|
86,5
|
5
|
9,6
|
2
|
3,8
|
52
|
100
|
0,231
|
Buruk
|
28
|
77,8
|
3
|
8,3
|
5
|
13,9
|
36
|
100
|
|
Berdasarkan tabel di atas,remaja dengan kualitas tidur baik
sedikit yang memiliki tekanan darah diatas normal, sedangkan responden yang
memiliki kualitas tidur buruk sebanyak 8,3% memiliki tekanan darah
pre-hipertensi dan 13,9% memiliki tekanan darah hipertensi stadium 1. Hasil uji
Chi-Square diperoleh nilai p value sebesar 0,231 yang berarti Ho
diterima atau tidak terdapat hubungan antara kualitas tidur terhadap
peningkatan tekanan darah pada remaja di SMA Negeri 2 Lhokseumawe.
PEMBAHASAN
Penelitian dilakukan di Sekolah Menengah
Atas (SMA) Negeri 2 Lhokseumawe didapatkan dari 88 responden didapatkan jenis
kualitas tidur terbanyak pada remaja yaitu kualitas tidur baik. Penelitian ini
sejalan dengan penelitian Javaheri, pada 238 responden, yang memilikikualitas
tidur yang baik sebanyak 177 orang
tetapi berbanding terbalik pada penelitian Angkat (2009)14
yang didapatkan dari 287 responden, 220 orang memiliki kualitas tidur yang buruk.
Berdasarkan usia, remaja usia 17 tahun
terbanyak mengalami kualitas tidur buruk. Prevalensi gangguan tidur setiap
tahun cenderung meningkat, hal ini juga sesuai dengan peningkatan usia dan
berbagai penyebabnya. Penelitian Doi dkk15, menyatakan bahwa
prevalensi gangguan tidur siswa SMP dan SMA bervariasi mulai dari 15,3% hingga
39,2%. Penelitian LeBourgeois dkk16 pada remaja di Italia dan
Amerika menunjukkan bahwa durasi tidur yang cukup berperan dalam membentuk
kualitas tidur yang baik.Penelitian Hansen dkk17 mengatakan bahwa
jadwal sekolah menyebabkan remaja kekurangan waktu tidur.Durasi tidur dapat
cukup, namun dapat terjadi gangguan dalam kualitas tidur atau perubahan jadwal
tidur pada siang hari libur, yaitu tidur lebih larut dan bangun siang
dibandingkan hari sekolah.Durasi tidur subjek di hari libur pun
cenderung memanjang sampai berlebihan.Durasi tidur yang
inadekuat sesuai umur merupakan salah satu mekanisme terjadinya gangguan tidur
pada anak dan remaja18.
Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki
lebih banyak mengalami kualitas tidur buruk dibandingkan perempuan. Penelitian
ini tidak sejalan dengan penelitian Awwal dkk19, prevalensi gangguan
tidur pada remaja usia 12 sampai 15 tahun di SMPN 5 semarang didapatkan jenis
kelamin perempuan lebih banyak mengalami kualitas tidur buruk. Salah satu
fenomena yang sering terjadi adalah pria memulai tidur lebih lambat dan bangun
lebih lambat dibanding wanita.Efek dari keterlambatan memulai tidur berupa
kantuk.Menjelang tidur sebaiknya tidak melakukan aktivitas olahraga. Aktivitas
olahraga yang terlalu dekat dengan waktu tidur akan menghadirkan pengaruh
berupa terganggunya tidur seseorang karena otot tubuh tidak memperoleh
kesempatan untuk relaksasi sehingga tidur seseorang tidak sepenuhnya pulas20.
Perubahan keadaan bangun dan tidur
merupakan suatu proses neuron yang kompleks, banyak faktor internal dan
eksternal yang dapat mengganggu. Setiap faktor yang mengganggu ascending reticular activating system (ARAS)
dapat meningkatkan keadaan terjaga dan mengurangi kemungkinan untuk
tertidur.Berbagai faktor kebiasaan dan perilaku dihubungkan dengan gangguan
tidur seperti sering menonton televisi sebelum tidur. Tipe kepribadian yang
emosional seperti interaksi anak yang selalu bermasalah dengan orang tua,
kurang menghargai pendapat orang tua, berusaha untuk mendapat teman baru, gejala
psikiatri seperti depresi, sering sedih, masalah perilaku, stres pasca trauma
dan abuse juga dihubungkan dengan
masalah tidur yang akan berdampak pada kualitas tidur21.
Hasil penelitian terhadap 88 responden
berusia 15 sampai 17 tahun yang dilakukan di SMA Negeri 2 Lhokseumawe diperoleh
tekanan darah normal sebanyak 83,0%, pre-hipertensi sebanyak 9,1%, hipertensi
stadium 1 sebanyak 8,0%. Tekanan darah tinggi atau disebut hipertensi pada
remaja adalah tekanan darah di atas persentil 95 berdasarkan jenis kelamin dan
usia, yaitu hipertensi stadium 1. Menurut Depkes 22, angka kejadian
hipertensi usia 15 sampai 17 tahun di indonesia sebesar 8,4%. Penelitian Moura tahun 2004 di Maceio,
Brazil terhadap 1.253 siswa/siswi yang berusia 7 sampai 17 tahun menemukan 9,4%
anak memiliki tekanan darah tinggi.
Penelitian prevalensi hipertensi pada
remaja sangat bervariasi.Hipertensi primer atau esensial merupakan hipertensi
yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Hal ini dikarenakan banyaknya
faktor-faktor yang dapat berperan seperti keturunan, berat badan, respons
terhadap stres fisik dan psikologi, abnormalitas transpor kation pada membran
sel, hiperaktivitas sistem saraf simpatis, resistensi insulin, serta respon
terhadap masukan garam dan kalsium23.
Berdasarkan usia, remaja usia 17 tahun
terbanyak mengalami tekanan darah tinggi (19,0%), kemudian diikuti remaja usia
15 tahun(6,5%), dan 16 tahun (3,8%). Penyebab peningkatan tekanan darah pada
remaja masih belum diketahui.Banyak faktor yang memungkinkan terjadinya
hipertensi esensial pada remaja.Faktor lingkungan juga berperan dalam
hipertensi esensial seperti konsumsi garam yang tinggi, stres psikogenik,
sosial ekonomi, dan faktor predisposisi lainnya seperti ras dan jenis kelamin
24.Remaja dengan hipertensi esensial kebanyakan tanpa gejala (asimtomatik)
dan sering
terdeteksi hanya pada saat pemeriksaan rutin. Remaja yang
mengalami hipertensi dan terus berlanjut pada usia dewasa di khawatirkan akan
memiliki risiko morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi pada penyakit
kardiovaskular25.
Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki
lebih banyak mengalami tekanan darah tinggi (12,1%) dibandingkan perempuan
(5,5%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sundar JS 26 di
Chennai, Tamilnadu terhadap 400 remaja yang berusia 13 sampai 17 tahun
didapatkan jenis kelamin laki-laki lebih banyak mengalami hipertensi
dibandingkan perempuan, yaitu 77,9% laki-laki dan 22,09% perempuan.Jenis
kelamin mempengaruhi tekanan darah pada remaja.Tekanan darah remaja laki-laki
cenderung lebih tinggi dibandingkan perempuan 9.Hormon androgen,
seperti testosteron, diduga berperan dalam pengaturan tekanan darah terkait
dengan adanya perbedaan pada kedua jenis kelamin tersebut.Hormon ini
memungkinkan terjadinya pelepasan renin dengan mengurangi laju filtrtasi
glomerulus, meningkatkan reabsorbsi natrium, dan mengurangi penghantaran
natrium ke macula densa. Selain itu, peningkatan aktivitas renin dan
angiotensin II juga akan terjadi jika hormon androgen menyebabkan peningkatan
renin- angiotensinogen. Angiotensin II melalui reseptor angiotensin I
menyebabkan vasokonstriksi renal dan menstimulasi reabsorbsi natrium pada
tubulus proksimal dan
atau menstimulasi reabsorbsi natrium pada tubulus distal
melalui mekanisme hormon aldosteron, hingga akhirnya terjadi peningkatan
tekanan darah27.
Hasil penelitian, dari 88 responden,
didapatkan bahwa kualitas tidur yang baik banyak didapatkan pada tekanan darah
yang normal yaitu sebesar 86,5%, pre-hipertensi sebesar 9,6% dan hipertensi
stadium 1 sebesar 3,8%, sedangkan kualitas tidur yang buruk banyak didapatkan
pada tekanan darah yang normal yaitu sebesar 77,8%, pre- hipertensi sebesar
8,3% dan hipertensi stadium 1 sebesar 13,9%. Penelitian ini didapatkan bahwa
tidak ada perbedaan kualitas tidur yang baik maupun buruk (p > 0,10). Penelitian ini bertentangan dengan teori yang
menyatakan bahwa gangguan tidur yang terjadi secara terus menerus dapat
menyebabkan perubahan fisiologi tubuh yang mengakibatkan ketidakseimbangan antara
pengaturan sistem saraf simpatis dan parasimpatis 28.Selain faktor
diatas, faktor-faktor yang yang dapat mempengaruhi terjadinya hipertensi antara
lain seperti usia, berat badan, stress dan riwayat keluarga29.
Faktor-faktor yang memungkinkan berbedanya
dengan hasil penelitian sebelumnya yaitu:
a. Penelitian
sebelumnya menggunakan instrumen Wrist
Actigraphy yang memiliki ketetapan lebih tinggi dibandingkan menggunakan
kuesioner PSQI walaupun kuesioner tersebut sudah baku.
b. Perbedaan
aktivitas responden pada penelitian sebelumnya seperti dari segi pola hidup
yang memicu gejala insomnia yang lebih sering dialami oleh remaja diluar negeri
dari pada penelitian ini.
c. Melakukan
pemberitahuan kepada responden 1 bulan atau lebih sebelum penelitian dilakukan
agar dicatat jam-jam tidurnya
d. Jenis
kelamin pada penelitian sebelumnya hanya dikhususkan pada laki-laki, berbeda
dengan penelitian ini yang juga melibatkan jenis kelamin perempuan.
e. Menambahkan
kriteria tingkat prestasi yang lebih tinggi karena selain responden dapat
menjawab pertanyaan dengan teliti dan sungguh-sungguh, responden yang memiliki
tingkat prestasi yang lebih tinggi memiliki aktivitas yang lebih padat dari siswa
biasa, sehingga akan sangat mempengaruhi kualitas tidur mereka.
KESIMPULAN
Gambaran kualitas tidur buruk terbanyak
pada kelompok usia 17 tahun dan kualitas tidur baik terbanyak pada kelompok
usia 15 tahun. Gambaran kualitas tidur buruk terbanyak pada laki-laki sedangkan
kualitas tidur baik terbanyak pada perempuan sebanyak 61, Gambaran tekanan
darah normal terbanyak pada kelompok usia 16 tahun, pre-hipertensi pada
kelompok usia 15 tahun dan hipertensi stadium 1 terbanyak pada kelompok usia 17
tahun. Gambaran tekanan darah normal terbanyak pada perempuan dan hipertensi
stadium 1 terbanyak pada laki-laki. Kesimpulan dari penelitian ini tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas tidur terhadap peningkatan
tekanan darah pada remaja. Saran dari penelitian ini adalah bagi peneliti lain
yang ingin melanjutkan penelitian mengenai hal yang sama dengan penelitian ini,
disarankan untuk melakukan penelitian dengan menggunakan alat ukur kualitas
tidur yang lebih akurat, yang memiliki angka reliabilitas yang lebih besar,
melakukan pemberitahuan kepada responden 1 bulan atau lebih sebelum penelitian
dilakukan agar dicatat jam-jam tidurnya dan menambahkan kriteria tingkat
prestasi yang lebih tinggi karena selain responden dapat menjawab pertanyaan
dengan teliti dan sungguh-sungguh, responden yang memiliki tingkat prestasi
yang lebih tinggi memiliki aktivitas yang lebih padat dari siswa biasa,
sehingga akan sangat mempengaruhi kualitas tidur mereka
Ucapan Terima Kasih
Penulis menyadari jurnal ini dapat terselesaikan dengan baik
berkat bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan penuh kesungguhan
dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepadaDr. dr. Rajuddin, Sp.OG, K.FER, dr. Meutia Maulina, M.Si, dr. Cut
Sidrah Nadira, M.Sc, dr. Cut Asmaul Husna, M.Si, serta kedua orang tua dan
saudara kandung penulis.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Dhamayanti M. Seputar kesehatan
anak ‘Overview adolescent health problems and services’, Artikel Ikatan Dokter
Anak Indonesia (IDAI).10 September, hlm 1-
13, dilihat 25 agustus 2015; http://idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan-
anak/over view-adolescent-health-problems-and-services.html.
2.
Hassan R, Alatas H. Buku kuliah
ilmu kesehatan anak. Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 1998.
3.
Dalton A. Gangguan tidur. Ilmu kesehatan anak.
vol.1, EGC. Jakarta, 2000.
4.
Needlman RD. Ilmu Kesehatan Anak
Nelson WE. edisi 15, vol. 1. EGC, Jakarta, 2012.
5.
Ruffin N. Adolescent Growth and
Development, Communications and Marketing College of Agriculture and Life
Sciences Virgina Polytechnic Institue and Sate University, accesed 03 October
2015; http://www.nvc.vt.
edu/mft/mft2 files/huebner/Adolescent_Growth_and_Development.pdf.
6.
Sekartini R, Tanjung MFC. Masalah
tidur pada anak. Sari pediatric. Vol.6, Jakarta, 2004.
7.
Asmarita I. Hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada
pasien hipertensi di rumah sakit umum daerah karanganyar. Naskah
publikasi.Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, 2014.
8.
Fitriana R, Lipocto NI, Triana V.
Faktor risiko kejadian hipertensi pada remaja di wilayah kerja puskesmas rawat
inap sidomulyo kota pekanbaru, Jurnal kesehatan masyarakat, FKM Unand, Padang,
2013.
9.
Saing JH. Hipertensi pada remaja. Sari pediatric.
Vol.6, Medan, 2005.
10.
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS).
Penyakit tidak menular ‘hipertensi atau tekanan darah tinggi’. Jakarta:Badan
penelitian dan pengembangan kesehatan kementrian kesehatan republik indonesia, 2013.
11.
Profil kesehatan Provinsi aceh.
Daftar 20 penyakit untuk rawat jalan, dilihat juni 2015; http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVINSI
_2012/01_Profil_Kes_Prov.Aceh_2012.pdf.
12.
Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe.
Data kasus dan kematian penyakit tidak menular kota Lhokseumawe, 2015.
13.
Lowry R, Eaton DK, Foti K, Eily LM,
Perry G, Galuska DA. Association of sleep duration with obesity among US high
school students, Journal of obesity, accesed 08 November 2015; http://www.hindawi.com/ journals/jobe/2012/476914.
14.
Angkat DN.Hubungan antara kualitas
tidur dengan tekanan darah pada remaja usia 15-17 tahun di sma negeri 1 tanjung
morawa. Karya tulis ilmiah, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009.
15.
Doi Y, Minowa M, Ochida T, Osaki Y,
Suzuki KD. An epidemiologic study of self-reported sleep problems among japanes
adolescents. hlm 85-978, 2004.
16.
LeBourgeois MK, Giannoti F, Cortesi
F, Wolfson AR, Harsh J. The relationship between reported sleep quality and
sleep hygiene in Italia and America
adolescent. Pediatric, Accesed 11 Mei 2016; http://pediatrics.aappublications.org/cgi/ content/full/115/1/S1/257.
17.
Hansen M, Janssen I, Schiff A, Zee
CP, Dubocovich ML. The impact of school daily schedul on adolescent sleep. Pediatrics.
Accesed 11 Mei 2016; http://pediatric s.aappublications.org/content/115/6/1555.full.
18.
Mindel JA, Owens JA. A sleep in the
pediatric practice in Diagnostic and managment of sleep problems. Lippincott;
Williams & Wilkins, 2003.
19.
Awwal H, Hartanto F, Hendrianingtas
M. Prevalensi gangguan tidur pada remaja usia 12 sampai 15 tahun: studi pada
siswa SMPN 5 Semarang, Media medika muda, Vol. 4, Tembalang-semarang,2015.
20.
Maas JB. Power sleep. Bandung; Penerbit kaifa,2002.
21.
Batubara JRL. Adolescent
development (perkembangan remaja). Sari pediatric. Vol. 12, Jakarta,2010.
22.
Depkes RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun
2007. Jakarta,2008.
23.
UKK IDAI. Konsensus Tatalaksana Hipertensi Pada
Anak. Jakarta,2011.
24.
Gauthier B, Edelmann CMJ, Barnet
HL. Hipertension. Nephrologi and Urology for the pediatrician. Boston; Little
Brown and Company, 1982.
25.
Supartha M, Suarta IK, Winaya IBA.
Hipertensi pada anak. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol. 59, No. 5. 2009.
26.
Sundar JS. Prevalence and
determinants of hypertension among urban school children in the age group of
13-17 years in, Chennai, Tamilnadu. IOS Journal of Dental and Medical Sciences.
Vol. 8, No. 3. 2013.
27.
Reckelhoff J 2001. Gender
differences in the regulation of blood pressure. Journal of the American Heart
Association. Vol. 37,2001.
28.
Wendy. Marital quality and marital
bed: examining the covariation between relationship quality and sleep. Accesed:
27 April 2016: http://www
.ncbi. nlm.nih.gov/pubmed/17854738.2007.
29.
Hartono B. Hipertensi the silent
killer, Accesed 11 Mei 2016; http://www.in ash.or.id.
Resume Jurnal
No.
jurnal
|
1
|
Judul
|
Istirahat
dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua orang, dan
dapat mengalami perubahan. Perubahan ini tergantung pada status fisiologis,
psikologis, dan lingkungan fisik klien.
|
Jurnal
|
Faktor-faktor
Yang Berhubungan Dengan Gangguan
Pemenuhan Kebutuhan Tidur Pasien Post
Operasi Di RSD HM RYACUDU Kota bumi.
|
Volume
|
Vol.III
|
Tahun
|
2012
|
Penulis
|
Heni
Apriyani*
|
Reviewer
|
Elen
Sunita Sari
|
Tanggal
|
11
Januari 2020
|
Tujuan
penelitian
|
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara-faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien post operasi yang dirawat di
Ruang Bedah di RSD HM Ryacudu Kotabumi Lampung Utara tahun 2011, selama bulan
November – Desember.
|
Subjek
penelitian
|
Kualitas
dan kuantitas tidur seseorang dipengaruhi oleh penyakit, lingkungan, gaya
hidup, kecemasan, alcohol, obat-obatan., dan diet.
|
Metode
penelitian
|
Rancangan
penelitian ini adalah adalah kuantitatif dengan desain korelasi, yaitu metode
penelitian yang dilakukan dengan tujuan
mengungkapkan kemungkinan adanya hubungan sebab akibat antar variabel
(Nursalam & Pariani, 2001).
|
Hasil
penelitian
|
Hasil
analisis hubungan antara lingkungan dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur,
menunjukkan nilai p = 0.03, maka dapat disimpulkan ada hubungan yang
signifikan antara lingkungan dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien
pot operasi. Diperoleh nilai OR = 10,5, yang berarti responden yang merasa
tidak nyaman dengan lingkungan ruang perawatan mempunyai peluang 10,5 kali
untuk mengalami insomnia disbanding responden yang merasa
nyaman dengan lingkungan ruang perawatan.
|
Kelebihan
penelitian
|
Menggunakan
kata-kata yang lazim digunakan dan jelas sehingga pembaca lebih mudah
memahami isi jurnal , disebutkan hasil dan pembahasan dijelaskan dengan
rinci.
|
Kekurangan
kelebihan
|
Terdapat
beberapa kalimat yang di ulang-ulang.
|
Pendapat
reviewer
|
Sudah
sangat bagus,jurnal ini menjelaskan dengan sangat rinci dan menggunakan tabel
sehingga memudahkan pembaca dalam dalam memahami isi jurnal
|
No.
jurnal
|
2
|
Judul
|
Masa
remaja merupakan masa transisi dari masa anak ke masa dewasa.
|
Jurnal
|
Hubungan Kualitas Tidur Dengan Peningkatan Tekanan
Darah Pada Remaja Di Sekolah Menengah Atas (SMA) NEGERI 2 LHOKSEUMAWE.
|
Volume
|
-
|
Tahun
|
-
|
Penulis
|
Ahmad
Sabiq1, Julia Fitriany2, Mauliza3
|
Reviewer
|
Elen
Sunita Sari
|
Tanggal
|
11
Januari 2020
|
Tujuan
penelitian
|
Penelitian
bertujuan untuk mengetahui hubungan kualitas tidur terhadap peningkatan
tekanan darah pada remaja di sekolah menengah atas (SMA) Negeri 2 Lhokseumawe.
|
Subjek
penelitian
|
Perubahan
kualitas tidur pada masa remaja mempengaruhi sistem kardiovaskular dan
tekanan darah.
|
Metode
penelitian
|
Penelitian
ini merupakan penelitian observasi analitik dengan pendekatan potong lintang
(cross sectional study). Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 2 Kota
Lhokseumawe mulai dari bulan Agustus 2015 sampai dengan April 2016. Populasi
penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 2 Kota Lhokseumawe pada tahun
2015/2016 yaitu sebanyak 958 siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah
siswa-siswi SMA Negeri 2 Kota Lhokseumawe yang memenuhi kriteria inklusi dan
kriteria eksklusi.Kriteria inklusinya adalah Siswa yang terdata aktif
bersekolah pada tahun tersebut, umur 15 sampai 17 tahun, status gizi normal,
dan bersedia diwawancarai dan diukur tekanan darahnya. Sementara kriteria
eksklusi dalam penelitian ini adalah siswa yang memiliki riwayat penyakit
kardiovaskular, riwayat keluarga penderita penyakit kardiovaskular, merokok
dan mengkonsumsi alkohol.
|
Hasil
penelitian
|
Hasil
yang di dapat dalam penelitian ini laki-laki lebih banyak mengalami kualitas
tidur buruk disbanding perempuan dan
laki-laki banyak mengalami tekanan darah tinggi (12,1%)disbanding perempuan (5,5%). Banyak factor
kebutuhan, limgkungan, berat badan, psikologi.
|
Kelebihan
penelitian
|
Hasil
penelitian dilengkapi dengan tabel sehingga memudahkan pembaca untuk memahami
isi jurnal.
|
Kekurangan
kelebihan
|
Masih
banyak kata-kata yang tidak baik sehingga menyulitkan pembaca.
|
Pendapat
reviewer
|
Jurnal
ini sudah bagus dan isinya menyangkut kejadian secara nyata yang merupakan
perilaku kehidupan di masyarakat remaja namun,dalam memilih kata yang rumit
sehingga menyulitkan pembaca.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Marlina,Ns OM.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tidur
pada Lanjut Usia di Desa Meunasah Balek Kecamatan Kota Meuredu Kabupaten Pidie
Jya. J Ilmu Keperawatan dan Kebidanan.2010;(14).
Rahmadani O,Kalbumin
DCA.Naskah publikasi.Hubungan antara Pola Tidur terha-dap Tekanan Darah pada
Remaja SMA di Pon-dok Pesantren Al-Munawir Krapyak Yogya-karta.2017;1-23.
Komentar
Posting Komentar