Resume Jurnal Kebutuhan Istirahat dan Tidur


RESUME JURNAL
PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DIARE DALAM GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI dan FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ELIMINASI FEKAL PADA PASIEN YANG DIRAWAT DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU)

 

Dosen pembimbing : Bu Gardha Rias Arsy, S.Kep.,M.Kep

Hasil gambar untuk logo stikes cenut kudus

Disusun oleh :
Elen Sunita Sari         (2018012046)

 


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS
TAHUN AJARAN 2019/2020






FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN TIDUR PASIEN POST OPERASI DI RSD HM RYACUDU KOTABUMI

Heni Apriyani*


Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua orang, dan dapat mengalami perubahan. Perubahan ini tergantung pada status fisiologis, psikologis, dan lingkungan fisik klien. Kualitas dan kuantitas tidur seseorang dipengaruhi oleh penyakit, lingkungan, gaya hidup, kecemasan, alcohol, obat-obatan., dan diet. Tindakan operasi adalah salah satu indikasi yang membuat seseorang harus mengalami hospitalisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara-faktor-faktor yang berpengaruh terhadap gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien post operasi yang dirawat di Ruang Bedah di RSD HM Ryacudu Kotabumi Lampung Utara tahun 2011, selama bulan November – Desember. Desain penelitian adalah korelasi dengan pendekatan cross sectional, yang melibatkan 40 responden melalui teknik accidental sampling.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada α = 0,05, ada hubungan yang signifikan antara penyakit dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pada pasien post operasi (nilai p=0,03), ada hubungan yang signifikan antara lingkungan dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien pot operasi (nilai p = 0.03), tidak ada hubungan yang signifikan antara kecemasan dengan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien pot operasi (nilai p = 1,00), tidak ada hubungan yang signifikan antara diet dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien post operasi (nilai p = 0,4), tidak ada hubungan yang signifikan antara obat dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien pot operasi (nilai p = 1,00), dan ada hubungan yang signifikan antara gaya hidup dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien pot operasi (nilai p = 0,006). Saran bagi pihak RS adalah melaksanakan intervensi keperawatan untuk mengatasi nyeri post operasi, memodifikasi lingkungan dan mencegah kelelahan pada pasien. Sedangkan rekomendasi bagi peneliti selanjutnya adalah memperbesar jumlah sampel dengan teknik probability sampling.

Kata kunci : kebutuhan tidur, post operasi



LATAR BELAKANG

Sepertiga waktu hidup manusia dihabiskan untuk tidur. Sehingga dapat dikatakan bahwa waktu istirahat bagi seseorang mengambil porsi yang sangat besar. Pentingnya tidur, dan mekanisme tidur sendiri masih merupakan misteri. Sedangkan tidur dan istirahat sangat berpengaruh terhadap kesehatan  dan kondisi sakit seseorang (Craven & Hirnle, 2000).
Tidur adalah kondisi tidak sadarkan diri yang relative, bukan hanya keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan tetapi lebih merupakan suatu siklus yang berulang dengan   cirri   adanya   aktivitas   minimal, memiliki kesadaran bervariasi dan terdapat proses fisiologis (Hidayat, 2006). Tidur dibutuhkan untuk fungsi fisiologis karena kebanyakan                   hormone      pertumbuhan disekresi selama tidur (Reinstein, 2005).

Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua orang. Untuk dapat berfungsi secara normal, maka setiap orang memerlukan kebutuhan istirahat tidur yang cukup. Pada kondisi istirahat dan tidur, tubuh melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh hingga berada dalam kondisi yang optimal.
Pola istirahat dan tidur yang biasa dari seseorang yang masuk RS atau fasilitas pelayanan kesehatan lain, dengan mudah dipengaruhi oleh penyakit atau rutinitas pelayanan kesehatan yang tidak dikenal. Perubahan ini tergantung pada status fisiologis, psikologis, dan lingkungan fisik klien (Potter & Perry, 1997).Gangguan pola tidur dapat ditunjukkan dengan kondisi yang memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang, gelisah, lesu, apatis, kehitaman di sekitar mata, konjungtiva


merah, mata perih, konsentrasi terpecah, sakit kepala dan sering mengantuk (Hidayat, 2006). Menurut Potter & Perry (1997), Kualitas dan kuantitas tidur seseorang dipengaruhi oleh penyakit, lingkungan, gaya hidup, kecemasan, alcohol, obat-obatan., dan diet.
Tindakan operasi adalah salah satu indikasi yang membuat seseorang harus mengalami hospitalisasi. Data RSD HM Ryacudu menunjukkan, pada tahun 2009 terdapat 540 pasien mengalami operasi, atau rata-rata tiap bulannya sekitar 48 pasien. Pada tahun 2010 ada sebanyak 756 operasi (besar, sedang dan kecil). Sedangkan pada tahun 2011, selama Januari sampai Oktober terdapat 634 operasi. Hasil presurvey pada bulan Mei 2011 di Ruang Bedah RSU Ryacudu Kotabumi menunjukkan bahwa 7 dari 10 orang pasien post operasi mengeluhkan adanya gangguan tidur. Melihat kondisi ini Perawat harus selalu menyadari kebutuhan klien untuk istirahat. Kurang istirahat selama periode yang lama menyebabkan penyakit atau memperburuk penyakit yang ada. Perawat dapat membantu klien belajar mengenai pentingnya istirahat dan cara-cara untuk meningkatkan istirahat saat berada di pelayanan kesehatan (Potter & Perry, 1997).
Merujuk pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Lee, Low & Twinn (2008), menunjukkan bahwa pasien lansia yang dirawat di RS menunjukkan gangguan tidur berupa keluhan sering terbangun saat tidur. Penelitian yang dilakukan oleh Munardi (2002), dan Raharjo (2008), menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan antara factor-faktor yang mempengaruhi tidur dengan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur lansia, dan sakit fisik merupakan penyebab lansia mengalami gangguan tidur.
Berdasarkan fakta-fakta diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang factor-faktor yang berhubungan dengan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pada pasien post operasi di RSD HM

Ryacudu Kotabumi Lampung Utara tahun 2011.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara-faktor-faktor yang berpengaruh terhadap gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien post operasi di RSD HM Ryacudu Kotabumi Lampung Utara tahun 2011.

METODE PENELITIAN


Rancangan penelitian ini adalah adalah kuantitatif dengan desain korelasi, yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan      tujuan  mengungkapkan kemungkinan adanya hubungan sebab akibat antar variabel (Nursalam & Pariani, 2001). Pendekatan yang digunakan adalah cross-sectional , yaitu pada penelitian ini, peneliti ingin mengidentifikasi factor-faktor yang berhubungan dengan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pada pasien operasi di RSD HM Ryacudu Kotabumi tahun 2011.
Penelitian dilakukan di Ruang Bedah RSD HM Ryacudu Kotabumi Lampung Utara. Waktu penelitian dilaksanakan selama 1 bulan (November 2011).
Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien post operasi yang dirawat di Ruang Bedah RSD HM Ryacudu Kotabumi. Pada penelitian ini melibatkan 40 orang responden.
Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan  adalah accidental sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yang tidak dirancang pertemuannya terlebih dahulu (Arikunto, 2006). Sampel yang dilibatkan pada penelitian ini adalah pasien post operasi yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) Kesadaran compos-mentis, 2) Usia antara 18 – 60 tahun, 3) Operasi menggunakan anestesi umum atau spinal, 4) Bersedia menjadi responden.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner yang sudah dilakukan pengujian terhadap validitas dan reliabilitas. Kuesioner A yang berisi pertanyaan tentang


gangguan pemenuhan kebutuhan tidur, kondisi penyakit, kenyamanan lingkungan, dan gaya hidup (kelelahan). Kuesioner B berisi pertanyaan tentang kecemasan sesuai skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale), yang terdiri dari 14 kelompok  gejala. Untuk pertanyaan tentang penggunaan obat dan diet, digunakan lembar observasi yang didasarkan pada studi dokumentasi.
Analisis univariat digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi masing- masing faktor penyebab gangguan pemenuhan kebutuhan tidur. Sedangkan analisa bivariat digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Uji Fisher exact digunakan karena variabel yang akan diuji bersifat kategorik dan kategorik dengan tingkat kepercayaan 95%.

HASIL PENELITIAN


Analisis Univariat

Berdasarkan hasil analisis univariat maka diperoleh hasil: ada nyeri dan gangguan napas (87,5%) dan tidak ada (12,5%), lingkungan nyaman (45%) dan tidak nyaman (55%), kecemasan ringan (92,5%) dan berat (7,5%), diet puasa (60%) dan tidak puasa (40%), mendapat obat sedatif (7,5%) dan tidak mendapat obat sedatif  (7,5%),  kelelahan  (75%)  dan tidak
kelelahan   (25%),   insomnia   (82,5%) dan
tidak insomnia (17,5%).

Analisis Bivariat


Hubungan antara penyakit dengan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur

Tabel 1: Distribusi Responden menurut Penyakit dan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Tidur pada Pasien Post Operasi



Penyakit
Gangguan pemenuhan keb. tidur
Total
Tidak
Insomnia
Insomnia

N

%
N
%
N
%
Tidak ada
3
60
2
40
5
100
Ada
4
11,4
31
88,6
35
100
Total
7
17,5
33
82,5
40
100
OR (95% CI)
11,6 (1,4 – 92,7)
Nilai p
0,03
Hasil analisis hubungan antara  penyakit dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur, menunjukkan nilai p = 0.03, maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara penyakit dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien pot operasi. Diperoleh nilai OR = 11,6, yang berarti responden yang mengalami nyeri mempunyai peluang 11,6 kali untuk mengalami insomnia dibanding responden yang tidak mengalami nyeri.

Hubungan     antara     lingkungan     dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur

Tabel 2: Distribusi Responden menurut Lingkungan dan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Tidur pada Pasien Post Operasi



Lingkungan
Gangguan pemenuhan
keb. tidur

Total
Tidak
Insomnia
Insomnia
n
%
n
%
n
%
Nyaman
6
33,3
12
66,7
18
100
Tidak nyaman
1
4,5
21
95,5
22
100
Jumlah
7
17,5
33
82,5
40
100
OR (95%CI)
10,5 (1,12 – 97)
Nilai p
0,03

Hasil analisis hubungan antara lingkungan dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur, menunjukkan nilai p = 0.03, maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara lingkungan dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien pot operasi. Diperoleh nilai OR = 10,5, yang berarti responden yang merasa tidak nyaman dengan lingkungan ruang perawatan mempunyai peluang 10,5 kali untuk mengalami         insomnia            dibanding


responden yang merasa nyaman dengan lingkungan ruang perawatan.

Hubungan     antara     kecemasan     dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur


Tabel 3: Hubungan Kecemasan dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Tidur pada Pasien Post Operasi



Kecemasan
Gangguan pemenuhan
keb. tidur

Total
Tidak
Insomnia
Insomnia
n
%
n
%
n
%
Ringan
7
18,9
30
81,1
37
100
Sedang
0
0
3
100
3
100
Jumlah
7
17,5
33
82,5
40
100
OR (95%CI)
-
Nilai p
1,00

Hasil analisis hubungan antara kecemasan dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur, diperoleh nilai p = 1,00, maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan  antara kecemasan dengan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien pot operasi.

Hubungan antara diet dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur

Tabel 4: Distribusi Responden menurut  Diet dan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Tidur pada Pasien Post Operasi



Diet
Gangguan pemenuhan
keb. tidur
Total
Tidak
Insomnia
Insomnia

n

%
n
%
n
%
Tidak puasa
3
25
12
75
16
100
Puasa
4
12,5
21
87,5
24
100
Total
7
17,5
33
82,5
40
100
OR (95%CI)
2,3 (0,4 – 12)
Nilai p
0,40
Hasil analisis hubungan  antara  diet dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur, menunjukkan nilai p = 0.4, maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara diet dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien pot operasi. Diperoleh nilai OR = 2,3, yang

berarti responden yang puasa mempunyai peluang 2,3 kali untuk  mengalami insomnia dibanding responden yang tidak puasa.

Hubungan antara obat dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur

Tabel 5: Distribusi Responden menurut Obat dan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Tidur pada Pasien Post Operasi



Obat
Gangguan pemenuhan
kebutuhan tidur
Total
Tidak
Insomnia
Insomnia

n

%
n
%
n
%
Tidak menda-
pat sedatif
7
18,9
30
81,1
37
100
Mendapat
sedatif
0
0
3
100
3
100
Jumlah
7
17,5
33
82,5
40
100
OR (95% CI)

Nilai p
1,00

Hasil analisis hubungan antara obat dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur, diperoleh nilai p = 1,00, maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara obat dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien pot operasi.

Hubungan antara gaya hidup dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur

Tabel 6: Distribusi Responden menurut Gaya hidup dan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Tidur pada Pasien Post Operasi


Gaya hidup
Gangguan pemenuhan
keb. tidur

Total
Tidak
Insomnia
Insomnia
n
%
n
%
n
%
Tidak mengalami kelelahan

5

50

5

50

10

100
Kelelahan
2
6,7
28
93,3
30
100
Jumlah
7
17,5
33
82,5
40
100
OR (95% CI)
14 (2,1– 93,2)
Nilai p
0,006


PEMBAHASAN


Hubungan antara penyakit dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur

Berdasarkan analisis bivariat diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penyakit dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pada pasien post operasi (nilai p-0,03, pada α = 0,05). Variabel penyakit dinilai dari ada tidaknya keluhan nyeri atau gangguan pernapasan yang dialami pasien.
Hal ini sesuai pendapat Kozier (1991), yang menyebutkan bahwa orang sakit membutuhkan lebih banyak tidur daripada orang yang sehat. Rasa nyeri dapat mempengaruhi keinginan seseorang untuk tidur. Kondisi respirasi juga mempengaruhi tidur seseorang. Napas yang pendek membuat seseorang sulit tidur. Hasil ini juga sesuai dengan pendapat Craven & Hirnle (2000), yang mengatakan bahwa nyeri dan ketidaknyamanan yang terjadi pada malam hari akan mengganggu tidur pasien. Perubahan hormonal juga mempengaruhi pola tidur, seperti yang dialami pasien hyperthyroid.
Hasil ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Puji Raharjo (2008), tentang factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya insomnia pada lanjut usia di Kabupaten Demak, yang menunjukkan bahwa sakit fisik lebih mempengaruhi terjadinya insomnia.

Hubungan     antara     lingkungan     dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur


Berdasarkan analisa bivariat ditemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara lingkungan dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien post operasi (p = 0,03). Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Kozier (1991), bahwa lingkungan yang bising sangat mengganggu tidur. Tidak adanya rangsang dari luar akan membuat seseorang tidur dengan nyenyak. Juga mendukung apa yang dikatakan Craven & Hirnle (2000), bahwa lingkungan baru akan

mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang. Berkurangnya stimulus lingkungan seperti suara dan kebisingan akan memudahkan seseorang untuk tidur.

Hubungan antara kecemasan dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur


Berdasarkan analisa bivariat ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kecemasan dengan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien post operasi (nilai p = 1,00, pada α = 0,05). Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Kozier (1991), yang menyebutkan bahwa kecemasan dan depresi akan membuat tidur seseorang terganggu. Kecemasan akan meningkatkan kadar norepineprin melalui perangsangan sistem saraf simpatis. Perubahan kimia ini akan mengakibatkan fase IV NREM dan tidur REM berkurang, dan lebih sering terbangun. Hasil ini juga tidak sependapat dengan yang dikatakan oleh Craven & Hirnle (2000), bahwa kecemasan dapat menunda seseorang untuk tidur. Ketegangan karena stress psikologis akan membuat seseorang mengalami bangun cepat karena insomnia.

Hubungan antara diet dengan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur


Berdasarkan hasil analisis bivariat, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara diet dengan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur (nilai p = 0,4, pada α = 0,05) . Hal ini bertentangan dengan yang dikatakan Kozier (1991), bahwa penurunan berat badan berhubungan dengan berkurangnya waktu tidur, sedangkan kenaikan berat badan akan meningkatkan waktu tidur. Termasuk dalam hal ini kondisi puasa yang masih dialami pasien setelah operasi selesai dilakukan.
Hasil ini juga tidak sesuai dengan pendapat Craven & Hirnle (2000), yang menyebutkan bahwa Rasa lapar dapat menyebabkan seseorang tidak dapat tidur. Sebaliknya seseorang yang kebanyakan makan akan mengalami hal serupa.


Hubungan antara obat dengan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur


Berdasarkan analisis bivariat, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara obat dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien post operasi (nilai p = 1,0, pada α = 0,05). Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Kozier (1991) dan Potter & Perry (1997), bahwa obat-obatan khususnya golongan hipnotis dan sedative akan mengganggu pola tidur. Obat-obat hipnotik dan barbiturate akan menurunkan tidur REM secara abnormal. Juga tidak mendukung pendapat Craven & Hirnle (2000), bahwa kebutuhan tidur dapat terganggu karena konsumsi obat-obatan yang mempermudah tidur. Selain itu penggunaan alcohol juga dapat membuat seseorang tidur lebih cepat.

Hubungan    antara    gaya    hidup    dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur


Berdasarkan analisa bivariat, diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara gaya hidup dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien post operasi (nilai p = 0,006, pada α = 0,05). Gaya hidup dinilai dengan melihat ada tidaknya kelelahan yang dialami pasien setelah operasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Kozier (1991) dan Potter & Perry (1997), bahwa seseorang yang lelah umumnya akan mudah untuk tertidur. Namun pada orang yang terlalu kelelahan, pola tidur juga dapat terganggu.


KESIMPULAN


Berdasarkan penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penyakit, lingkungan dan gaya hidup, dengan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pada pasien post operasi di RSD HM Ryacudu. Berkaitan dengan simpulan hasil penelitian diatas, ada beberapa hal yang dapat disarankan untuk pengembangan dari hasil

penelitian ini. Diantaranya adalah Perawat dapat lebih memperhatikan intervensi keperawatan untuk mengatasi nyeri yang dialami pasien pot operasi baik farmakologis maupun nonfarmakologis. Selain itu, perawat dan pihak RS dapat melakukan modifikasi lingkungan sehingga pasien dapat merasa nyaman dirawat di RS dengan menjaga kerapihan dan kebersihan ruang perawatan sehingga membantu pasien dapat beristirahat lebih tenang.
Perawat dapat melibatkan keluarga dalam merawat dan memberi perhatian pada pasien post operasi, sehingga menghindari kelelahan yang mungkin terjadi. Penunggu pasien sebaiknya orang terdekat yang dapat merawat pasien dan memahami kebutuhan pasien selama perawatan, maksimal 2 orang. Hal ini bertujuan mengurangi kebisingan yang dapat mengganggu pasien terganggu kpemenuhan kebutuhan tidurnya jika penunggu pasien terlalu banyak.


* Dosen pada Prodi  Keperawatan Kotabumi Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang


DAFTAR PUSTAKA


Craven & Hirnle (2000). Fundamentals of nursing. Philadelpia : Lippincott.

Hidayat (2003). Pengantar Kebutuhan dasar manusia : aplikasi konsep & proses keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Kozier, erb. (1991). Fundamentals of nursing. Philadelpia : Addison Wesley

Lee, C.Y., Low, L.P.L., & Twinn, S. (2007). Older men’s experiences of sleep in the hospital. Journal of Clinical Nursing, 16(2), 336-343.


Munardi. (2002). Faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur lansia di RS dr. Zainoel Abidin Aceh.Potter,    P.A.    &    Perry,    A.G.    (1997).




HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN PENINGKATAN TEKANAN DARAH PADA REMAJA DI SEKOLAH MENEGAH ATAS (SMA) NEGERI 2 LHOKSEUMAWE
Ahmad Sabiq1, Julia Fitriany2, Mauliza3
1Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran, Universitas Malikussaleh
2,3Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Malikussaleh

Corresponding Author : ahmadsabiq01@gmail.com


Abstrak


Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak ke masa dewasa.Masa ini juga terjadi perubahan dramatis dalam pola tidur-siaga yang mengakibatkan terjadinya perubahan kematangan pada kualitas tidur mereka. Perubahan kualitas tidur pada masa remaja mempengaruhi sistem kardiovaskular dan tekanan darah.Kualitas tidur dapat diukur dengan kuesioner PSQI.Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan kualitas tidur terhadap peningkatan tekanan darah pada remaja di sekolah menengah atas (SMA) Negeri 2 Lhokseumawe. Jenis penelitian ini adalah observasi analitik dengan pendekatan cross sectional.Penelitian ini dilaksanakan di bulan Agustus 2015 sampai dengan April 2016.Jumlah sampel yang diambil sebanyak 88 siswa yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.Analisis univariat digunakan untuk melihat gambaran kualitas tidur dan tekanan darah berdasarkan usia dan jenis kelamin. Analisis bivariat menggunakan pearson chi- square.Hasil penelitian memperlihatkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas tidur terhadap peningkatan tekanan darah pada remaja di SMA Negeri 2 Lhoksesumawedengan p value sebesar p = 0,231.

Kata Kunci: masa remaja; kualitas tidur; tekanan darah


RELATIONSHIP BETWEEN SLEEP QUALITY AND THE INCREASE OF BLOOD PRESSURE ON ADOLESCENCE IN SMA NEGERI 2 LHOKSEUMAWE


Abstract

Adolescence is a transition period from childhood into adulthood. In this period also occurred dramatic change of sleep-wake pattern that can alter the maturation of their sleep quality. The alteration of sleep quality in adolescence is able to give influence to cardiovascular system and also the blood pressure. The sleep quality can be determined by using PSQI questionnaire. This study aimed to discover the relationship between sleep quality with the increase of blood pressure on adolescence in SMA Negeri 2 Lhokseumawe. This was an observational analytic study with cross sectional approach. This study conducted from August 2015 up to April 2016. About 88 samples involved in this study which already fulfilled inclusion and exclusion criteria. The univariate analysis use to describe the sleep quality and blood pressure levels according to the age and sex. Bivariate analysis using pearson chi-square. The result showed that there was no significant relationship between sleep quality and the increase of blood pressure in SMA Negeri 2 Lhokseumawe with p = 0,231.

Key words: adolescence;sleep quality; blood pressure



PENDAHULUAN

Masa remaja sering kali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan ketidakwajaran.Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas ketidaksesuaian, gangguan emosional dan gangguan perilaku sebagai akibat dari tekanan yang dialami remaja karena perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya maupun perubahan lingkungan.Sejalan dengan perubahan yang terjadi dalam diri remaja, mereka juga dihadapkan pada tugas-tugas yang berbeda dari tugas pada masa kanak-kanak1.
Masa remaja merupakan masa transisi (peralihan) dari masa anak ke masa dewasa yang berlangsung lama dan berbeda waktu kematangannya antara pria dan wanita. Usia kematangan pada pria terjadi pada umur 20 sampai 22 tahun, sedangkan pada wanita 1 sampai 2 tahun lebih dahulu sehingga menimbulkan masalah dalam hubungan sosial2. Remaja sering dianggap sebagai periode yang paling sehat dalam siklus kehidupan, akan tetapi untuk tercapainya tumbuh kembang remaja yang optimal tergantung pada potensial biologinya. Tingkat tercapainya potensi biologi seseorang remaja merupakan hasil interaksi faktor genetik dan lingkungan biopsikososial1.Masa ini juga terjadi perubahan dramatis dalam pola tidur-siaga yang mengakibatkan terjadinya perubahan kematangan pada pola tidur mereka. Perubahan kematangan pola tidur pada masa remaja menunjukkan bahwa antara tahap kematangan seks (sex maturation rating system [SMRs]) 3 dan 4 pada remaja pertengahan (usia 14 sampai 16 tahun menurut perkembangan biologis) terdapat peningkatan rasa kantuk pada siang hari dan penurunan latensi atau kebiasaan tidur3,4. Waktu tidur yang dibutuhkan bagi remaja usia 11 sampai 18 tahun sekitar delapan sampai sembilan setengah jam pada malam setiap harinya5,4.
Penelitian eksperimental yang dilakukan pada tahun 1896 dengan membiarkan subyek penelitian tidak tidur selama 90 jam ditemukan penurunan ketajaman sensoris, reaksi, kecepatan motorik dan memori pada subyek. Saat tidur dibatasi hanya 4 jam dalam 6 malam, terlihat jelas perubahan toleransi karbohidrat, peningkatan tonus simpatis, peningkatan sekresi kortisol, dan penurunan kadar tirotropin. Kurang tidur dapat juga mempengaruhi sistem kardiovaskular dan tekanan darah (TD)6. Hasil penelitian cross sectional Asmarita7, didapatkan bahwa pada kualitas tidur yang buruk risiko terjadinya hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki kualitas tidur baik pada pasien hipertensi di rumah sakit umum daerah Karanganyar.




Prevalensi hipertensi remaja di Amerika Serikat meningkat dari 1% hingga 5% dari tahun 1989 sampai 2002. Menurut laporan Riset kesehatan dasar tahun 2007, prevalensi hipertensi pada remaja di indonesia sebesar 8,4% dan 14% pada remaja di provinsi Riau yang memiliki angka tertinggi dengan prevalensi yang ada di Indonesia8.
Data prevalensi mengenai hipertensi esensial secara klinis sangat sedikit didapat pada masa kanak-kanak dan remaja dibanding pada dewasa, namun cukup banyak bukti yang menyatakan bahwa hipertensi esensial pada orang dewasa dapat berawal pada masa kanak-kanak dan remaja.Angka kejadian hipertensi pada anak dan remaja antara 1 sampai 3%. Sinaiko menjelaskan dalam penelitiannya terhadap 14.686 orang anak berusia 10 sampai 15 tahun menemukan 4,2% anak mengalami hipertensi. Kurang dari lima persen anak dengan proporsi lebih besar pada remaja, mengalami hipertensi pada satu kali pengukuran tekanan darah. Angka kejadian hipertensi pada anak dan remaja di Indonesia bervariasi dari 3,11% sampai 4,6% 9.
Prevalensi hipertensi pada usia 15 sampai 17 tahun menurut Joint national committee ke tujuh (JNC VII), didapatkan prevalensi nasional sebesar 5,3% (laki-laki 6,0% dan perempuan 4,7%). Prevalensi pada penduduk pedesaan (5,6%) lebih tinggi dari perkotaan (5,1%)10. Profil kesehatan provinsi Aceh11, dalam daftar 20 penyakit untuk rawat jalan, hipertensi berada diperingkat kedua dengan jumlah kasus sebanyak
20.467 kasus dan peringkat keempat dengan jumlah kasus sebanyak 1.963 untuk rawat inap di rumah sakit umum provinsi Aceh dengan umur >18 tahun. Data dari Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe12 didapatkan bahwa hipertensi menempati urutan pertama dari sepuluh penyakit tidak menular terbanyak dengan kelompok usia >18 tahun.
Kualitas tidur adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam mempertahankan kesehatan selain gaya hidup. Efisiensi tidur yang lelah diketahui dapat berisiko terhadap terjadinya hipertensi dan optimalisasi jam tidur dapat membantu untuk mencegah terjadinya hipertensi. Efek kumulatif kurang tidur yang berkepanjangan atau gangguan tidur juga dikaitkan dengan peningkatan mortalitas dan peningkatan risiko untuk berbagai penyakit kronis termasuk depresi, hipertensi, stroke, diabetes tipe 2, penyakit jantung, dan obesitas13.




METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian observasi analitik dengan pendekatan potong lintang (cross sectional study). Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 2 Kota Lhokseumawe mulai dari bulan Agustus 2015 sampai dengan April 2016. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 2 Kota Lhokseumawe pada tahun 2015/2016 yaitu sebanyak 958 siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMA Negeri 2 Kota Lhokseumawe yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.Kriteria inklusinya adalah Siswa yang terdata aktif bersekolah pada tahun tersebut, umur 15 sampai 17 tahun, status gizi normal, dan bersedia diwawancarai dan diukur tekanan darahnya. Sementara kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah siswa yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, riwayat keluarga penderita penyakit kardiovaskular, merokok dan mengkonsumsi alkohol. Sampel diambil dengan menggunakan teknik simple random sampling.Berdasarkan perhitungan besar sampel dengan menggunakan rumus lameshow, maka besar sampel yang dibutuhkan seluruhnya adalah 64 anak dan diambil sebanyak 88 anak. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari, Alat pengukur tekanan darah (sphygmomanometer) merk Riester Nova Presameter® dengan lebar ukuran manset 10 cm dan panjang 24 cm. Alat auskultasi turbulensi darah yaitu stetoskop merk Littmann® Stethoscopes, kuesioner The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) yang mengklasifikasi kualits tidur menjadi dua yaitu kualitas tidur baik dengan skor ≤5 dan kualitas tidur buruk >5 melalui pengukuran tujuh komponen seperti respon subjektif kualitas tidur, kemampuan mempertahankan tidur, durasi tidur, kebiasaan tidur, hal-hal yang mengganggu tidur, penggunaan obat tidur, dan tidak bersemangat menjalani aktivitas harian selama satu bulan terakhir. Data primer dalam penelitian ini melalui kuesioner dan pengukuran tekanan darah secara langsung.Peneliti meminta responden mengisi lembar persetujuan, kuesioner kualitas tidur dan lembar data tekanan darah dan menjelaskan isi perpoin di dalam kuesioner satu persatu. Peneliti melakukan pengukuran tekanan darah, tinggi badan dan berat badan setelah responden selesai mengisi kuesioner kualitas tidur.





HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Karakteristik responden
Karakteristik                                                                      n
%
Usia

15 Tahun                                                                            31
35,2
16 Tahun                                                                            36
40,9
17 Tahun                                                                            21
23,9
Jenis Kelamin

Perempuan                                                                         55
62,5
Laki-laki                                                                             33
37,5
Tekanan darah

Normal                                                                               73
83,0
Pre-hipertensi                                                                      8
9,1
Hipertensi stadium 1                                                           7
8,0
Kualitas tidur

Baik                                                                                    52
59,1
Buruk                                                                                  36
40,9

Berdasarkan tabel di atas,karakteristik responden berdasarkan

jenis kelamin, usia,
tekanan darah dan kualitas tidur berjumlah 88 orang. Kelompok usia terbanyak pada usia 16 tahun dan paling sedikit pada kelompok usia 17 tahun. Jenis kelamin terbanyak adalah perempuan.Responden terbanyak memiliki tekanan darah normal dan paling sedikit memiliki hipertensi stadium 1.Responden lebih banyak memiliki kualitas tidur yang baik.

Tabel 2.Karakteristik kualitas tidur berdasarkan kelompok usia responden





Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
15
20
64,5
11
35,5
31
100,0
16
23
63,9
13
36,1
36
100,0
17
9
42,9
12
57,1
21
100,0

 
Usia (tahun)

                                                   Kualitas Tidur                                                                               Total Baik                                                                Buruk






Berdasarkan tabel di atas,responden paling banyak dengan kualitas tidur baik berada pada kelompok usia 15 tahun dan kualitas tidur buruk lebih banyak pada kelompok usia 17 tahun




Tabel 3.Karakteristik kualitas tidur berdasarkan jenis kelamin responden



Kualita
s tidur



Jenis Kelamin

Baik


Buruk


Jumlah

%
Jumlah

%
Jumlah
%
Perempuan
34

61,8
21

38,2
55
100,0
Laki-laki
18

54,5
15

45,5
33
100,0

 
Total




Berdasarkan tabel di atas,menunjukkan responden perempuan paling banyak memiliki kualitas tidur baik dan kualitas tidur buruk lebih banyak didapatkan pada laki-laki.






Usia

Tabel 4.Karakteristik tekanan darah

                                                                   Tekanan darah                                                                                                                 Total Normal                                                                       Pre-hipertensi                                              Hipertensi stadium 1


(tahun)
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
15
26
83,9
3
9,7
2
6,5
31
100,0
16
32
88,9
3
8,3
1
3,8
36
100,0
17
15
71,4
2
9,5
4
19,0
21
100,0

Berdasarkan tabel di atas,persentase responden paling besar dengan tekanan darah normal berada pada kelompok usia 16 tahun. Persentase responden paling besar dengan tekanan darah pre-hipertensi berada pada kelompok usia 15 tahun, dan hipertensi stadium 1 paling banyak pada kelompok usia 17 tahun.


Tabel 5.Karakteristik tekanan darah berdasarkan jenis kelamin responden

Tekanan darah


Jenis Kelamin

Normal                   Pre- Hipertensi

Hipertensi stadium 1

Total



Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
Perempuan
47
85,5
5
9,1
3
5,5
55
100,0
Laki-laki
26
78,8
3
9,1
4
12,1
33
100,0

Berdasarkan tabel di atas,responden paling banyak dengan tekanan darah normal adalah perempuan dan hipertensi stadium 1 paling banyak adalah laki-laki.




Tabel 7.Hubungan kualitas tidur terhadap peningkatan tekanan darah pada remaja

Tekanan darah


Kualitas tidur

Normal                  Pre- hipertensi

Hipertensi stadium 1

Total              p
value



Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%

Baik
45
86,5
5
9,6
2
3,8
52
100
0,231
Buruk
28
77,8
3
8,3
5
13,9
36
100


Berdasarkan tabel di atas,remaja dengan kualitas tidur baik sedikit yang memiliki tekanan darah diatas normal, sedangkan responden yang memiliki kualitas tidur buruk sebanyak 8,3% memiliki tekanan darah pre-hipertensi dan 13,9% memiliki tekanan darah hipertensi stadium 1. Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p value sebesar 0,231 yang berarti Ho diterima atau tidak terdapat hubungan antara kualitas tidur terhadap peningkatan tekanan darah pada remaja di SMA Negeri 2 Lhokseumawe.

PEMBAHASAN

Penelitian dilakukan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Lhokseumawe didapatkan dari 88 responden didapatkan jenis kualitas tidur terbanyak pada remaja yaitu kualitas tidur baik. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Javaheri, pada 238 responden, yang memilikikualitas tidur yang baik sebanyak 177 orang  tetapi berbanding terbalik pada penelitian Angkat (2009)14 yang didapatkan dari 287 responden, 220 orang memiliki kualitas tidur yang buruk.
Berdasarkan usia, remaja usia 17 tahun terbanyak mengalami kualitas tidur buruk. Prevalensi gangguan tidur setiap tahun cenderung meningkat, hal ini juga sesuai dengan peningkatan usia dan berbagai penyebabnya. Penelitian Doi dkk15, menyatakan bahwa prevalensi gangguan tidur siswa SMP dan SMA bervariasi mulai dari 15,3% hingga 39,2%. Penelitian LeBourgeois dkk16 pada remaja di Italia dan Amerika menunjukkan bahwa durasi tidur yang cukup berperan dalam membentuk kualitas tidur yang baik.Penelitian Hansen dkk17 mengatakan bahwa jadwal sekolah menyebabkan remaja kekurangan waktu tidur.Durasi tidur dapat cukup, namun dapat terjadi gangguan dalam kualitas tidur atau perubahan jadwal tidur pada siang hari libur, yaitu tidur lebih larut dan bangun siang dibandingkan hari sekolah.Durasi tidur subjek di hari libur pun




cenderung memanjang sampai berlebihan.Durasi tidur yang inadekuat sesuai umur merupakan salah satu mekanisme terjadinya gangguan tidur pada anak dan remaja18.
Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih banyak mengalami kualitas tidur buruk dibandingkan perempuan. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Awwal dkk19, prevalensi gangguan tidur pada remaja usia 12 sampai 15 tahun di SMPN 5 semarang didapatkan jenis kelamin perempuan lebih banyak mengalami kualitas tidur buruk. Salah satu fenomena yang sering terjadi adalah pria memulai tidur lebih lambat dan bangun lebih lambat dibanding wanita.Efek dari keterlambatan memulai tidur berupa kantuk.Menjelang tidur sebaiknya tidak melakukan aktivitas olahraga. Aktivitas olahraga yang terlalu dekat dengan waktu tidur akan menghadirkan pengaruh berupa terganggunya tidur seseorang karena otot tubuh tidak memperoleh kesempatan untuk relaksasi sehingga tidur seseorang tidak sepenuhnya pulas20.
Perubahan keadaan bangun dan tidur merupakan suatu proses neuron yang kompleks, banyak faktor internal dan eksternal yang dapat mengganggu. Setiap faktor yang mengganggu ascending reticular activating system (ARAS) dapat meningkatkan keadaan terjaga dan mengurangi kemungkinan untuk tertidur.Berbagai faktor kebiasaan dan perilaku dihubungkan dengan gangguan tidur seperti sering menonton televisi sebelum tidur. Tipe kepribadian yang emosional seperti interaksi anak yang selalu bermasalah dengan orang tua, kurang menghargai pendapat orang tua, berusaha untuk mendapat teman baru, gejala psikiatri seperti depresi, sering sedih, masalah perilaku, stres pasca trauma dan abuse juga dihubungkan dengan masalah tidur yang akan berdampak pada kualitas tidur21.
Hasil penelitian terhadap 88 responden berusia 15 sampai 17 tahun yang dilakukan di SMA Negeri 2 Lhokseumawe diperoleh tekanan darah normal sebanyak 83,0%, pre-hipertensi sebanyak 9,1%, hipertensi stadium 1 sebanyak 8,0%. Tekanan darah tinggi atau disebut hipertensi pada remaja adalah tekanan darah di atas persentil 95 berdasarkan jenis kelamin dan usia, yaitu hipertensi stadium 1. Menurut Depkes 22, angka kejadian hipertensi usia 15 sampai 17 tahun di indonesia sebesar  8,4%. Penelitian Moura tahun 2004 di Maceio, Brazil terhadap 1.253 siswa/siswi yang berusia 7 sampai 17 tahun menemukan 9,4% anak memiliki tekanan darah tinggi.




Penelitian prevalensi hipertensi pada remaja sangat bervariasi.Hipertensi primer atau esensial merupakan hipertensi yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Hal ini dikarenakan banyaknya faktor-faktor yang dapat berperan seperti keturunan, berat badan, respons terhadap stres fisik dan psikologi, abnormalitas transpor kation pada membran sel, hiperaktivitas sistem saraf simpatis, resistensi insulin, serta respon terhadap masukan garam dan kalsium23.
Berdasarkan usia, remaja usia 17 tahun terbanyak mengalami tekanan darah tinggi (19,0%), kemudian diikuti remaja usia 15 tahun(6,5%), dan 16 tahun (3,8%). Penyebab peningkatan tekanan darah pada remaja masih belum diketahui.Banyak faktor yang memungkinkan terjadinya hipertensi esensial pada remaja.Faktor lingkungan juga berperan dalam hipertensi esensial seperti konsumsi garam yang tinggi, stres psikogenik, sosial ekonomi, dan faktor predisposisi lainnya seperti ras dan jenis kelamin
24.Remaja dengan hipertensi esensial kebanyakan  tanpa gejala (asimtomatik) dan sering
terdeteksi hanya pada saat pemeriksaan rutin. Remaja yang mengalami hipertensi dan terus berlanjut pada usia dewasa di khawatirkan akan memiliki risiko morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi pada penyakit kardiovaskular25.
Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih banyak mengalami tekanan darah tinggi (12,1%) dibandingkan perempuan (5,5%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sundar JS 26 di Chennai, Tamilnadu terhadap 400 remaja yang berusia 13 sampai 17 tahun didapatkan jenis kelamin laki-laki lebih banyak mengalami hipertensi dibandingkan perempuan, yaitu 77,9% laki-laki dan 22,09% perempuan.Jenis kelamin mempengaruhi tekanan darah pada remaja.Tekanan darah remaja laki-laki cenderung lebih tinggi dibandingkan perempuan 9.Hormon androgen, seperti testosteron, diduga berperan dalam pengaturan tekanan darah terkait dengan adanya perbedaan pada kedua jenis kelamin tersebut.Hormon ini memungkinkan terjadinya pelepasan renin dengan mengurangi laju filtrtasi glomerulus, meningkatkan reabsorbsi natrium, dan mengurangi penghantaran natrium ke macula densa. Selain itu, peningkatan aktivitas renin dan angiotensin II juga akan terjadi jika hormon androgen menyebabkan peningkatan renin- angiotensinogen. Angiotensin II melalui reseptor angiotensin I menyebabkan vasokonstriksi renal dan menstimulasi reabsorbsi natrium pada tubulus proksimal dan




atau menstimulasi reabsorbsi natrium pada tubulus distal melalui mekanisme hormon aldosteron, hingga akhirnya terjadi peningkatan tekanan darah27.
Hasil penelitian, dari 88 responden, didapatkan bahwa kualitas tidur yang baik banyak didapatkan pada tekanan darah yang normal yaitu sebesar 86,5%, pre-hipertensi sebesar 9,6% dan hipertensi stadium 1 sebesar 3,8%, sedangkan kualitas tidur yang buruk banyak didapatkan pada tekanan darah yang normal yaitu sebesar 77,8%, pre- hipertensi sebesar 8,3% dan hipertensi stadium 1 sebesar 13,9%. Penelitian ini didapatkan bahwa tidak ada perbedaan kualitas tidur yang baik maupun buruk (p > 0,10). Penelitian ini bertentangan dengan teori yang menyatakan bahwa gangguan tidur yang terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan perubahan fisiologi tubuh yang mengakibatkan ketidakseimbangan antara pengaturan sistem saraf simpatis dan parasimpatis 28.Selain faktor diatas, faktor-faktor yang yang dapat mempengaruhi terjadinya hipertensi antara lain seperti usia, berat badan, stress dan riwayat keluarga29.
Faktor-faktor yang memungkinkan berbedanya dengan hasil penelitian sebelumnya yaitu:
a.      Penelitian sebelumnya menggunakan instrumen Wrist Actigraphy yang memiliki ketetapan lebih tinggi dibandingkan menggunakan kuesioner PSQI walaupun kuesioner tersebut sudah baku.
b.     Perbedaan aktivitas responden pada penelitian sebelumnya seperti dari segi pola hidup yang memicu gejala insomnia yang lebih sering dialami oleh remaja diluar negeri dari pada penelitian ini.
c.      Melakukan pemberitahuan kepada responden 1 bulan atau lebih sebelum penelitian dilakukan agar dicatat jam-jam tidurnya
d.     Jenis kelamin pada penelitian sebelumnya hanya dikhususkan pada laki-laki, berbeda dengan penelitian ini yang juga melibatkan jenis kelamin perempuan.
e.      Menambahkan kriteria tingkat prestasi yang lebih tinggi karena selain responden dapat menjawab pertanyaan dengan teliti dan sungguh-sungguh, responden yang memiliki tingkat prestasi yang lebih tinggi memiliki aktivitas yang lebih padat dari siswa biasa, sehingga akan sangat mempengaruhi kualitas tidur mereka.




KESIMPULAN

Gambaran kualitas tidur buruk terbanyak pada kelompok usia 17 tahun dan kualitas tidur baik terbanyak pada kelompok usia 15 tahun. Gambaran kualitas tidur buruk terbanyak pada laki-laki sedangkan kualitas tidur baik terbanyak pada perempuan sebanyak 61, Gambaran tekanan darah normal terbanyak pada kelompok usia 16 tahun, pre-hipertensi pada kelompok usia 15 tahun dan hipertensi stadium 1 terbanyak pada kelompok usia 17 tahun. Gambaran tekanan darah normal terbanyak pada perempuan dan hipertensi stadium 1 terbanyak pada laki-laki. Kesimpulan dari penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas tidur terhadap peningkatan tekanan darah pada remaja. Saran dari penelitian ini adalah bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian mengenai hal yang sama dengan penelitian ini, disarankan untuk melakukan penelitian dengan menggunakan alat ukur kualitas tidur yang lebih akurat, yang memiliki angka reliabilitas yang lebih besar, melakukan pemberitahuan kepada responden 1 bulan atau lebih sebelum penelitian dilakukan agar dicatat jam-jam tidurnya dan menambahkan kriteria tingkat prestasi yang lebih tinggi karena selain responden dapat menjawab pertanyaan dengan teliti dan sungguh-sungguh, responden yang memiliki tingkat prestasi yang lebih tinggi memiliki aktivitas yang lebih padat dari siswa biasa, sehingga akan sangat mempengaruhi kualitas tidur mereka



Ucapan Terima Kasih

Penulis menyadari jurnal ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan penuh kesungguhan dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepadaDr. dr. Rajuddin, Sp.OG, K.FER, dr. Meutia Maulina, M.Si, dr. Cut Sidrah Nadira, M.Sc, dr. Cut Asmaul Husna, M.Si, serta kedua orang tua dan saudara kandung penulis.

DAFTAR PUSTAKA

1.                              Dhamayanti M. Seputar kesehatan anak ‘Overview adolescent health problems and services’, Artikel Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).10 September, hlm 1-




13, dilihat 25 agustus 2015; http://idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan- anak/over view-adolescent-health-problems-and-services.html.
2.                              Hassan R, Alatas H. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1998.
3.                              Dalton A. Gangguan tidur. Ilmu kesehatan anak. vol.1, EGC. Jakarta, 2000.
4.                              Needlman RD. Ilmu Kesehatan Anak Nelson WE. edisi 15, vol. 1. EGC, Jakarta, 2012.
5.                              Ruffin N. Adolescent Growth and Development, Communications and Marketing College of Agriculture and Life Sciences Virgina Polytechnic Institue and Sate University, accesed 03 October 2015; http://www.nvc.vt. edu/mft/mft2 files/huebner/Adolescent_Growth_and_Development.pdf.
6.                              Sekartini R, Tanjung MFC. Masalah tidur pada anak. Sari pediatric. Vol.6, Jakarta, 2004.
7.                              Asmarita I. Hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada pasien hipertensi di rumah sakit umum daerah karanganyar. Naskah publikasi.Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, 2014.
8.                              Fitriana R, Lipocto NI, Triana V. Faktor risiko kejadian hipertensi pada remaja di wilayah kerja puskesmas rawat inap sidomulyo kota pekanbaru, Jurnal kesehatan masyarakat, FKM Unand, Padang, 2013.
9.                              Saing JH. Hipertensi pada remaja. Sari pediatric. Vol.6, Medan, 2005.
10.                     Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Penyakit tidak menular ‘hipertensi atau tekanan darah tinggi’. Jakarta:Badan penelitian dan pengembangan kesehatan kementrian kesehatan republik indonesia, 2013.
11.                     Profil kesehatan Provinsi aceh. Daftar 20 penyakit untuk rawat jalan, dilihat juni 2015; http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVINSI
_2012/01_Profil_Kes_Prov.Aceh_2012.pdf.
12.                     Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe. Data kasus dan kematian penyakit tidak menular kota Lhokseumawe, 2015.




13.                     Lowry R, Eaton DK, Foti K, Eily LM, Perry G, Galuska DA. Association of sleep duration with obesity among US high school students, Journal of obesity, accesed 08 November 2015; http://www.hindawi.com/ journals/jobe/2012/476914.
14.                     Angkat DN.Hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada remaja usia 15-17 tahun di sma negeri 1 tanjung morawa. Karya tulis ilmiah, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009.
15.                     Doi Y, Minowa M, Ochida T, Osaki Y, Suzuki KD. An epidemiologic study of self-reported sleep problems among japanes adolescents. hlm 85-978, 2004.
16.                     LeBourgeois MK, Giannoti F, Cortesi F, Wolfson AR, Harsh J. The relationship between reported sleep quality and sleep hygiene in Italia and America  adolescent.                   Pediatric,           Accesed    11 Mei                        2016; http://pediatrics.aappublications.org/cgi/ content/full/115/1/S1/257.
17.                     Hansen M, Janssen I, Schiff A, Zee CP, Dubocovich ML. The impact of school daily schedul on adolescent sleep. Pediatrics. Accesed 11 Mei 2016; http://pediatric s.aappublications.org/content/115/6/1555.full.
18.                     Mindel JA, Owens JA. A sleep in the pediatric practice in Diagnostic and managment of sleep problems. Lippincott; Williams & Wilkins, 2003.
19.                     Awwal H, Hartanto F, Hendrianingtas M. Prevalensi gangguan tidur pada remaja usia 12 sampai 15 tahun: studi pada siswa SMPN 5 Semarang, Media medika muda, Vol. 4, Tembalang-semarang,2015.
20.                     Maas JB. Power sleep. Bandung; Penerbit kaifa,2002.
21.                     Batubara JRL. Adolescent development (perkembangan remaja). Sari pediatric. Vol. 12, Jakarta,2010.
22.                     Depkes RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007. Jakarta,2008.
23.                     UKK IDAI. Konsensus Tatalaksana Hipertensi Pada Anak. Jakarta,2011.
24.                     Gauthier B, Edelmann CMJ, Barnet HL. Hipertension. Nephrologi and Urology for the pediatrician. Boston; Little Brown and Company, 1982.
25.                     Supartha M, Suarta IK, Winaya IBA. Hipertensi pada anak. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol. 59, No. 5. 2009.




26.                     Sundar JS. Prevalence and determinants of hypertension among urban school children in the age group of 13-17 years in, Chennai, Tamilnadu. IOS Journal of Dental and Medical Sciences. Vol. 8, No. 3. 2013.
27.                     Reckelhoff J 2001. Gender differences in the regulation of blood pressure. Journal of the American Heart Association. Vol. 37,2001.
28.                     Wendy. Marital quality and marital bed: examining the covariation between relationship quality and sleep. Accesed: 27 April 2016: http://www .ncbi. nlm.nih.gov/pubmed/17854738.2007.

29.                     Hartono B. Hipertensi the silent killer, Accesed 11 Mei 2016; http://www.in ash.or.id.



Resume Jurnal
No. jurnal
1
Judul
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua orang, dan dapat mengalami perubahan. Perubahan ini tergantung pada status fisiologis, psikologis, dan lingkungan fisik klien.

Jurnal
Faktor-faktor Yang  Berhubungan Dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan  Tidur Pasien Post Operasi Di RSD HM RYACUDU Kota bumi.
Volume
Vol.III
Tahun
2012
Penulis
Heni Apriyani*

Reviewer
Elen Sunita Sari
Tanggal
11 Januari 2020
Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara-faktor-faktor yang berpengaruh terhadap gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien post operasi yang dirawat di Ruang Bedah di RSD HM Ryacudu Kotabumi Lampung Utara tahun 2011, selama bulan November – Desember.

Subjek penelitian
Kualitas dan kuantitas tidur seseorang dipengaruhi oleh penyakit, lingkungan, gaya hidup, kecemasan, alcohol, obat-obatan., dan diet.

Metode penelitian
Rancangan penelitian ini adalah adalah kuantitatif dengan desain korelasi, yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan            tujuan mengungkapkan kemungkinan adanya hubungan sebab akibat antar variabel (Nursalam & Pariani, 2001).

Hasil penelitian
Hasil analisis hubungan antara lingkungan dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur, menunjukkan nilai p = 0.03, maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara lingkungan dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien pot operasi. Diperoleh nilai OR = 10,5, yang berarti responden yang merasa tidak nyaman dengan lingkungan ruang perawatan mempunyai peluang 10,5 kali untuk mengalami         insomnia            disbanding responden yang merasa nyaman dengan lingkungan ruang perawatan.

Kelebihan penelitian
Menggunakan kata-kata yang lazim digunakan dan jelas sehingga pembaca lebih mudah memahami isi jurnal , disebutkan hasil dan pembahasan dijelaskan dengan rinci.

Kekurangan kelebihan
Terdapat beberapa kalimat yang di ulang-ulang.

Pendapat reviewer
Sudah sangat bagus,jurnal ini menjelaskan dengan sangat rinci dan menggunakan tabel sehingga memudahkan pembaca dalam dalam memahami isi jurnal

No. jurnal
2
Judul
Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak ke masa dewasa.
Jurnal
Hubungan  Kualitas Tidur Dengan Peningkatan Tekanan Darah Pada Remaja Di Sekolah Menengah Atas (SMA) NEGERI 2 LHOKSEUMAWE.
Volume
-
Tahun
-
Penulis
Ahmad Sabiq1, Julia Fitriany2, Mauliza3
Reviewer
Elen Sunita Sari
Tanggal
11 Januari 2020
Tujuan penelitian
Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan kualitas tidur terhadap peningkatan tekanan darah pada remaja di sekolah menengah atas (SMA) Negeri 2 Lhokseumawe.
Subjek penelitian
Perubahan kualitas tidur pada masa remaja mempengaruhi sistem kardiovaskular dan tekanan darah.
Metode penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasi analitik dengan pendekatan potong lintang (cross sectional study). Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 2 Kota Lhokseumawe mulai dari bulan Agustus 2015 sampai dengan April 2016. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 2 Kota Lhokseumawe pada tahun 2015/2016 yaitu sebanyak 958 siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMA Negeri 2 Kota Lhokseumawe yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.Kriteria inklusinya adalah Siswa yang terdata aktif bersekolah pada tahun tersebut, umur 15 sampai 17 tahun, status gizi normal, dan bersedia diwawancarai dan diukur tekanan darahnya. Sementara kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah siswa yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, riwayat keluarga penderita penyakit kardiovaskular, merokok dan mengkonsumsi alkohol.

Hasil penelitian
Hasil yang di dapat dalam penelitian ini laki-laki lebih banyak mengalami kualitas tidur buruk disbanding perempuan dan  laki-laki banyak mengalami tekanan darah tinggi  (12,1%)disbanding perempuan (5,5%). Banyak factor kebutuhan, limgkungan, berat badan, psikologi.

Kelebihan penelitian
Hasil penelitian dilengkapi dengan tabel sehingga memudahkan pembaca untuk memahami isi jurnal.

Kekurangan kelebihan
Masih banyak kata-kata yang tidak baik sehingga menyulitkan pembaca.

Pendapat reviewer
Jurnal ini sudah bagus dan isinya menyangkut kejadian secara nyata yang merupakan perilaku kehidupan di masyarakat remaja namun,dalam memilih kata yang rumit sehingga menyulitkan pembaca.




DAFTAR PUSTAKA
Marlina,Ns OM.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tidur pada Lanjut Usia di Desa Meunasah Balek Kecamatan Kota Meuredu Kabupaten Pidie Jya. J Ilmu Keperawatan dan Kebidanan.2010;(14).

Rahmadani O,Kalbumin DCA.Naskah publikasi.Hubungan antara Pola Tidur terha-dap Tekanan Darah pada Remaja SMA di Pon-dok Pesantren Al-Munawir Krapyak Yogya-karta.2017;1-23. 





Komentar